Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
Berita Terbaru

Pendaftaran Beasiswa KIP Kuliah IPMAFA 2024 Resmi Dibuka: Cek Persyaratan dan Alur Pendaftarannya Sekarang

Mahasiswa MPBA IPMAFA Jadi Narasumber dalam Pelatihan Pengembangan Media Pembelajaran Bahasa Arab di MGMP Bahasa Arab Jepara

Monev KOPERTAIS Wilayah X Jawa Tengah di IPMAFA: Penguatan Mutu dan Sinergi Pengelolaan Institusi

IPMAFA Dampingi Lima Desa dalam Penerapan Smart Village melalui Laboratorium Sosial PMI

Tingkatkan Kualitas Pendidikan, Fakultas Tarbiyah Hadirkan Pakar Genetika

Hukum Menabung dalam Islam
Share
WhatsApp
Facebook
Twitter

Tanya:
Umat Islam lemah di bidang ekonomi, salah satu sebabnya karena malas menabung. Sebenarnya, apa hukum menabung dalam Islam? Suaidi Naim, Trangkil Pati

Jawab:
Islam memerintahkan umatnya bekerja dan melarangnya meminta-meminta dan menggantungkan hidup kepada orang lain. Nabi bersabda: seseorang tidak makan makanan yang lebih baik dari memakan berkat pekerjaan tangannya (HR Bukhari).

Kemandirian ekonomi sangat ditekankan dalam Islam (Yusuf al-Qaradlawi, Musykilatul Faqri wa Kaifa Alajaha al-Islam, 1986, halaman 35-49. Menabung adalah sarana yang digunakan untuk mencapai kemandirian ekonomi. Dalam kaidah fikih disebutkan ”al-wasail bi hukmil maqasid”, sarana itu hukumnya sama dengan tujuan.

Jika menggapai kemandirian ekonomi wajib dan menabung menjadi sarananya, maka hukum menabung menjadi wajib. Dalam kaidah lain disebutkan ”ma la yatimmu al-wajibu illa bihi fahuwa wajibun”, sesuatu yang menyempurnakan kewajiban hukumnya wajib, seperti wudu bagi shalat. Jika menggapai kemandirian ekonomi wajib dan tidak bisa terlaksana atau sempurna tanpa menabung, maka menabung menjadi wajib.

Hukum wajib ini bagi orang yang suka menghambur-hamburkan harta dan sulit mencegah nafsu konsumerismenya jika uangnya tidak ditabung. Hukum paling rendah menabung adalah sunah karena terdapat kemaslahatan nyata bagi manusia, khususnya dalam hal keamanan uang dan akumulasi modal.

Menabung adalah manifestasi dari dorongan membangun masa depan karena uang tabungan jika terkumpul bisa dijadikan modal usaha. Budaya menabung kebalikan dari budaya konsumeristik, yaitu menghabiskan uang untuk belanja sesuai keinginan, bukan kebutuhan, yang penuh dengan unsur berlebihan dan menghamburkan yang dilarang Islam (Sahal Mahfudh, Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh, 2003, halaman 134-135).

Menabung lahir dari kemampuan seseorang menahan nafsu dan syahwat sesaat yang menghancurkan demi membangun masa depan yang prospektif dan kompetitif. Substansi menabung sama dengan berpuasa yang menahan lapar dan dahaga untuk kenikmatan jangka panjang, baik ketika berbuka atau ketika bertemu dengan Tuhan nanti.

Kemampuan menahan nafsu ini berbuah manis, yaitu kesuksesan dan kebahagiaan lahir dan batin. Allah Swt berfirman dalam QS Al-Hasyr 59:18: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. N

abi bersabda: manfaatkan lima sebelum datang lima, hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, luangmu sebelum sibukmu, mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum fakirmu (HR Baihaki) . Alquran dan hadis di atas mendorong manusia untuk serius berinvestasi dalam rangka membangun masa depannya dengan memanfaatkan waktu secara produktif.

Menabung adalah investasi terbaik untuk masa depan. Dalam menabung, pilihkan lembaga keuangan yang kredibel dan akuntabel, sehingga keamanan uang dijamin. Jangan menaruh uang tabungan di lembaga keuangan yang tidak jelas dan mencurigakan, karena keamanan uang terancam dan tujuan menabung menjadi sirna jika uang tabungan tidak bisa diambil karena manajemen keuangan yang amburadul dan tidak transparan.

Dalam konteks pendidikan anak, sebaiknya budaya menabung ditanamkan sejak kecil, sehingga anak tidak terkena budaya konsumtif dan hedonis. Uang yang diberikan anak setiap berangkat ke sekolah tidak hanya uang jajan, tapi juga uang tabungan yang selalu dicek orang tua.

Selain mendorong anak menabung, anak juga dilatih untuk membuat perencanaan hidup, khususnya dalam hal manajemen keuangan dan usaha, sehingga anak mempunyai pemahaman dan kesadaran untuk membangun masa depannya secara sistematis, akuntabel, dan professional. Dalam bahasa agama hal ini dinamakan tasharruf al mal (pendayagunaan harta) untuk hal-hal yang membawa manfaat, baik dunia maupun akhirat.

Setelah uang tabungan anak terkumpul, seyogianya orang tua melatih anak untuk membuka usaha yang sesuai dengan hobi dan kesenangannya. Tentu hal ini harus dimulai dari usaha-usaha kecil dengan modal kecil untuk menumbuhkan dan mengasah jiwa kewirausahaan, yaitu tidak malu dilihat orang lain, berani memulai usaha, pantang menyerah, berani memikul risiko, mencari solusi dari problem yang ada, dan mengembangkan relasi ke luar

. Dalam proses ini, secara otomatis anak dilatih manajemen keuangan dan usaha yang sangat bermanfaat untuk masa depannya. Orang tua jangan memanjakan anak karena efeknya negatif bagi pembangunan karakter anak.

Semua permintaan anak jangan dituruti kecuali jika berdampak positif bagi pembangunan karakter dan prestasinya, seperti membeli buku, menghadiri lomba, dan lainlain. Seleksi ketat sangat dibutuhkan orangtua di tengah pengaruh besar pergaulan di era modern sekarang. Wallahu Alam.(H15-45)

Sumber: Koran Suara Merdeka