Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
Berita Terbaru

MPBA IPMAFA Terima Kunjungan Studi Banding STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta

Tingkatkan Kualitas, Dosen Magister PBA IPMAFA Adakan Ijtima’ Tansiqiy

Dirkamsel Korlantas Polri Bahas Program Keselamatan Berkendara di IPMAFA

Kembangkan Prodi, Fakultas Syari’ah IPMAFA Lakukan Kunjungan ke UIN Sunan Kalijaga

IPMAFA Hadiri Pembukaan AICIS 2024 di UIN Walisongo Semarang

Pemimpin Itu Pelayan
Share
WhatsApp
Facebook
Twitter

Jamal-MamurOleh Jamal Ma’mur Asmani

PILKADA 2017 sudah di depan mata. Masing-masing bakal kandidat, baik petahana maupun nonpetahana, mulai mengorganisasi tim sukses, blusukan ke desa untuk menyerap aspirasi warga, dan memasang iklan di berbagai tempat supaya lebih dikenal. Tahun depan Pati, Kudus, dan Jepara pun menggelar pilkada sehingga saat ini aroma kontestasi bakal calon di daerah itu terasa kental.

Kontestasi politik adalah hal lumrah dalam pesta demokrasi. Tapi yang ironis adalah tampilnya figur instan, yang hanya menampakkan diri sewaktu pilkada, tanpa diketahui jejak rekamnya. Figur instan ini mengandalkan kekuatan modal untuk mendongkrak popularitas dan akseptabilitas.

Hal ini kurang baik karena memunculkan pemimpin karbitan yang belum teruji prestasi dan dedikasinya untuk memajukan daerah. Masyarakat sudah muak dengan figur-figur instan. Mereka ingin mendapatkan pemimpin yang mempunyai jejak rekam bagus dan teruji. Hal itu baik reputasi keilmuan, prestasi kerja, maupun dedikasi sosial dalam mengembangkan daerah.

Di sinilah urgensinya mendidik pemilih supaya benar-benar bisa tepat memilih pemimpin berdasar kompetensi dan dedikasi, bukan karena popularitas yang dibangun secara instan, janji-janji kosong, dan apalagi lewat uang yang dibagikan.

Rakyat harus diberi pemahaman bahwa memilih pemimpin sangat menentukan masa depan suatu daerah. Jika salah pilih maka masa depan daerah terancam. Jika yang terpilih tidak mempunyai integritas, kapabilitas, loyalitas, dan komitmen kepada keadilan sosial maka kehancuran ada di depan mata.

Karena itu, beberapa menit di bilik suara harus benar-benar dimanfaatkan untuk memilih pemimpin terbaik yang mampu mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan mengejar ketertinggalan. Pemimpin hakikatnya pelayan rakyat.

Sebagai pelayan, ia harus selalu dekat rakyat, dengan banyak turun ke bawah, menyerap aspirasi, merumuskan program dan anggaran, memonitor, mengevaluasi, dan terus-menerus memperbaiki supaya kualitas pelayanan meningkat.

Sifat Utama

Sebagai pelayan, pemimpin harus mampu mendorong semangat bekerja dan berkarya rakyat melalui keteladanan. Selain itu, memompa rakyat untuk berprestasi sesuai potensi dan berani bersaing dengan komponen bangsa lain. Ia hadir saat rakyat membutuhkan, misalnya sewaktu jembatan roboh, tanah longsor, anak putus sekolah, dan sebagainya.

Dalam agama, pemimpin itu harus jujur (shidiq), bertanggung jawab (amanah), komunikatif (tabligh), dan visioner (fathanah). Indikator empat sifat utama tersebut bisa dilihat dari jejak rekam yang teruji, kepedulian tinggi terhadap sesama.

Selain itu, aktif mengembangkan semua potensi, baik alam maupun SDM, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan punya simpati dan empati tinggi kepada rakyat. Khususnya mereka yang membutuhkan pertolongan, yaitu kalangan lemah dan tertindas.

Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah ujian pertama Indonesia masuk globalisasi di Asia Tenggara. Jika dalam kompetisi ini Indonesia tidak mampu tampil sebagai aktor kreatif dan inovatif, hanya sebagai pasar bagi negara lain, masa depan Indonesia dalam bahaya.

Dalam konteks ini, masing-masing daerah dituntut menciptakan keunggulan lokal yang bisa dipasarkan di tingkat ASEAN sehingga produk- produk Indonesia mengisi pasar di mana-mana sebagai bukti prestasi anak-anak bangsa yang dinamis. (10) (penulis adalah pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Pati dan Kaprodi Manajemen Zakat Wakaf Ipmafa Pati/H15)

Sumber: Suara Merdeka