Teater Suryopati IPMAFA Gelar Pentas Produksi “Nampi”, Sajikan Refleksi Sosial dan Budaya

Redaksi IPMAFA — Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Suryopati Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) kembali menunjukkan tajinya melalui pementasan produksi utama bertajuk “Nampi”, yang digelar di halaman kampus IPMAFA, Kamis (19/6) malam.

Pentas ini tak hanya menjadi ajang ekspresi seni, namun juga medium komunikasi mahasiswa kepada publik melalui seni pertunjukan yang sarat nilai dan kritik sosial.

Pementasan dibuka dengan orasi budaya oleh Arif Khilwa dari Komunitas Gandrung Sastra. Dalam orasinya, ia menekankan pentingnya menjaga warisan budaya pesantren di tengah arus modernisasi yang menggerus jati diri generasi muda.

“Budaya adalah pagar, jembatan, sekaligus petunjuk arah agar santri tidak kehilangan jati dirinya,” tegas Arif, yang juga menjabat sebagai Ketua Lesbumi PCNU Kabupaten Pati.

Lebih jauh, ia mengajak seluruh hadirin untuk memandang budaya bukan sebagai beban masa lalu, melainkan bekal penting dalam membentuk identitas dan arah hidup, terutama dalam konteks ke-santri-an.

Makna “Nampi”: Menerima Kenyataan, Bukan Pasrah

Judul “Nampi”, yang dalam bahasa Jawa berarti “menerima”, diangkat sebagai refleksi nilai-nilai lokal yang relevan dalam kehidupan modern. Menurut sutradara, Nanda, kata “nampi” tidak hanya bermakna menerima tamu secara harfiah, namun juga sebagai sikap batin dalam menerima kenyataan hidup dan berbagai ujian dengan kelapangan hati.

“Dalam budaya Jawa, menerima bukan berarti pasrah, melainkan menunjukkan kedewasaan dalam menyikapi kenyataan hidup,” ungkap Nanda.

Kritik Sosial dalam Balutan Seni

Pertunjukan menampilkan empat aktor utama: Nanda, Ubed, Indah, dan Faza, yang menyuguhkan penampilan penuh penghayatan. Salah satu karakter kuat diperankan oleh Ubed Mughni, yang memerankan tokoh pemimpin otoriter, gila jabatan, dan tidak peduli pada nasib rakyat.

“Tokoh ini mencerminkan potret kepemimpinan yang jauh dari nilai etika publik—tidak terbuka terhadap kritik dan lebih mementingkan kekuasaan ketimbang rakyat,” jelas Ubed usai pementasan.

Tak hanya berangkat dari tema besar, pertunjukan juga menyentuh isu lokal yang sedang hangat, yakni kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Pati hingga 250 persen. Isu tersebut diangkat sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap pemimpin yang dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil.

Penutup Penuh Makna

Pertunjukan ditutup dengan pesan moral yang menggugah kesadaran: bahwa jabatan dan kekayaan bersifat sementara dan tidak akan dibawa ke akhirat.

“Seberapapun tingginya jabatan dan banyaknya harta, semuanya tidak akan dibawa ke akhirat,” tutup Ubed dengan lantang.

Pentas “Nampi” mendapat sambutan hangat dari para penonton, termasuk sivitas akademika IPMAFA dan masyarakat umum yang hadir. Pertunjukan ini membuktikan bahwa teater tetap menjadi ruang penting untuk menyampaikan pesan-pesan reflektif, memperkuat budaya lokal, serta menyuarakan kritik sosial secara elegan dan mendalam.


Tentang IPMAFA:
Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) adalah perguruan tinggi yang terus berkomitmen untuk mencetak generasi yang berakhlak, berilmu, dan berkontribusi bagi masyarakat. Berlokasi di Pati, Jawa Tengah, IPMAFA terus berinovasi dalam pengembangan pendidikan dan riset berbasis nilai-nilai pesantren.