Mahasiswa IPMAFA Pati Pertanyakan Kenaikan 250% Pajak PBB

Redaksi IPMAFA — “Kenaikan Pajak PBB hingga 250% melalui Perbup No. 8 tahun 2025 perlu dievaluasi kembali berdasarkan asas hukum dan ketentuan perundang-undangan.” Demikian komentar salah satu mahasiswa IPMAFA, Abdul Qorib, dalam Seminar dan Dialog Interaktif “Menakar Kebijakan Kenaikan Pajak: Solusi Pembangunan atau Beban Baru Masyarakat” yang digelar oleh DEMA Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, 20 Juni 2025 lalu.

Acara yang berlangsung dari pukul 13.00 WIB ini menghadirkan dua narasumber ahli, Khabib Solihin, MM. dan Ibu Sri Naharin, MSI. Seminar dan dialog interaktif ini dihadiri oleh dosen dan mahasiswa IPMAFA dari berbagai prodi.

Menurut Khabib, Keputusan Bupati menaikkan pajak PBB dengan tarif yang cukup dramatis itu perlu dikaji ulang karena tidak menjadi solusi tepat dalam kondisi resesi ekonomi secara nasional dan justru dapat memberatkan masyarakat dalam menghadapi dampak resesi. Lebih lanjut Khabib menjelaskan bahwa Situasi ekonomi Indonesia saat ini sedang mengalami resesi. “Permata Institute for Economic Research (PIER) memproyeksikan perekonomian nasional hanya akan melaju di kisaran 4,5 persen hingga 5,0 persen pada tahun ini. Angka tersebut lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang mencapai 5,11 persen”, jelasnya.

Ketua Prodi Perbankan Syari’ah IPMAFA ini juga menegaskan bahwa laju ekonomi Indonesia melambat sejalan dengan melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga Salah satu sebabnya adalah karena inflasi bahan pangan yang meningkat serta konsumsi rumah tangga yang belum bergerak secara signifikan. “Resesi ekonomi tersebut mengakibatkan berkurangnya lapangan pekerjaan dan naiknya angka pengangguran. Selain itu, pendapatan masyarakat juga ikut berkurang”, tambahnya.

Data tersebut menandakan bahwa Indonesia sedang mengalami kondisi penurunan aktivitas ekonomi yang serius. Karena itu ia mempertanyakan kebijakan kenaikan PBB hingga 250% oleh Bupati Pati pada kondisi ekonomi nasional seperti sekarang ini. Selain itu, peraturan Bupati tersebut perlu untuk dievaluasi kembali terutama terkait dengan tahapan-tahapan kajian dan transparansinya.

Hal senada juga diungkapkan oleh narasumber kedua, Ibu Sri Naharin, MSI. Wakil Rektor II IPMAFA ini menyayangkan Keputusan Bupati tersebut. Karena tidak mempertimbangkan dampak dari kenaikan pajak yang tidak rasional itu. Menurutnya, yang paling terdampak dari kenaikan pajak ini adalah lapisan masyarakat miskin di pedesaan dan pelaku UMKM. “Dalam situasi ekonomi yang sulit seperti ini, kenaikan pajak bisa berakibat pada dampak sosial yang rumit. Alih-alih ingin menaikkan Pembangunan, justru yang terjadi adalah merosotnya perekonomian daerah akibat macetnya UMKM serta rendahnya daya beli masyarakat” tambahnya.

Aktifis pemberdayaan ini juga menambahkan bahwa kebijakan kenaikan pajak ini perlu diadvokasi untuk melindungi kepentingan rakyat, memastikan terwujudnya asas keadilan serta akuntabilitas, dan menjaga stabilitas ekonomi. “Jangan terjebak narasi pajak naik demi pembangunan. Kalaupun ada pembangunan kenyataannya itu hanya terpusat di kota. Desa dan masyarakat kecil tetap tertinggal! Kita berdiri bukan untuk melawan negara, tapi untuk mengawal keadilan!” Pungkasnya yang disambut dengan tepuk tangan meriah audiens seminar yang berlangsung di aula I IPMAFA itu.

Reporter: Ari Tribudiansyah
Kontributor: DEMA Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IPMAFA


Tentang IPMAFA:
Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) adalah perguruan tinggi yang terus berkomitmen untuk mencetak generasi yang berakhlak, berilmu, dan berkontribusi bagi masyarakat. Berlokasi di Pati, Jawa Tengah, IPMAFA terus berinovasi dalam pengembangan pendidikan dan riset berbasis nilai-nilai pesantren.