Bagi bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda merupakan salah satu jalan menuju kemerdekaan. Sumpah Pemuda telah menjadikan adanya kesamaan keinginan untuk merdeka dari cengkraman penjajah pada masa itu.
Dengan demikian, sangatlah tepat momen itu menjadi fondasi dasar tercapainya kemerdekaan Indonesia. Seberapa besarkah pemuda masih mengingat peristiwa Sumpah Pemuda.
Seperti yang diungkapkan salah satu tokoh muda asal Kabupaten Pati, Abdul Ghoffar Rozin, 37, yang saat ini menjabat sebagai ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Matholiul Falah (Staimafa) Pati. Menurutnya, keprihatinan terhadap pemuda adalah wawasan kebangsaan yang lemah. Konteks kebangsaan sekarang jadi lemah karena terpecah-pecah.
“Makna persatuan inilah yang justru disalahartikan menjadi persatuan kelompok bukan persatuan yang seutuhnya antargenerasi Bangsa Indonesia. Kita ingin melihat pemuda ketika almarhum Gus Dur mengorganisasi Ansor, memahami nusantara ini dalam satu kesatuan. Nah, itulah yang harus dilakukan setiap organisasi atau kelompok agar tidak terkotak-kotak”, ungkap lalaki yang kerap disapa Gus Rozin ini kepada Jawa Pos Radar Kudus.
Gus Rozin mencontohkan, Afganistan yang dikenal 100 persen masyarakatnya muslim dan 99 persen aliran Suni. Kenyataannya, tidak berkesudahan keributannya sampai sekarang. Nah, hal itu menjadi bukti kurangnya pemahaman wawasan kebangsaan antargenerasi dan sesama.
“Kalau menurut saya yang lebih didahulukan adalah wawasan kebangsaan baru meningkatkan ukhuwah Islamiyah-nya. Nah, kalau kita selaku umat Islam bisa melakukan hal itu, saya yakin makna-makna nasionalisme generasi muda tentunya bisa tumbuh dengan baik,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi demikian menjadi kesadaran bersama di semua lini. Organisasi-organisasi Islam di Indonesia baik Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus muncul. Tiga kekuatan bangsa ini harus bergerak untuk mewujudkan nasionalisme maupun wawasan kebangsaan.
Wawasan kebangsaan dan nasionalisme harus menjadi tanggung jawab bersama. Janganlah makna persatuan justru membuat kotak-kotak dalam suatu kelompok atau organisasi masyarakat yang ada di Indonesia menginagt pedoman bangsa Pancasila, jangan menjadi egois karena idealisme yang justru meruntuhkan persatuan dalam bernegara.
“Saya sebenarnya merindukan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Kenapa harus diganti dengan pendidikan kewarganegaraan yang justru terkesan tidak memperjelas pondasi nasionalisme. Ini menandakan lunturnya nilai-nilai itu dari dalam bangsa kita,” ujarnya.
Untuk itu, sebagai generasi muda yang memiliki intelektual yang tinggi, sudah seharusnya selalu menghayati dan menerapkan nilai-nilai Sumpah Pemuda dan terus tanggung jawab dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara. “Selain itu, juga ikut memegang kemurnian Sumpah Pemuda sebagai alat pemersatu bangsa.
Sumber: koran jawapos