Anugerah Allah Tak Terkira

Jamal MamurBAGI Jamal, sapaan akrab Jamal Ma’- mur Asmani, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Falah (Staimafa) Pati, Ramadan adalah bulan istimewa.

Sebab, banyak hal-hal di luar dugaan yang diberikan Allah. Ketika Ramadan, Jamal biasa menghabiskan waktu untuk mengajar bapak-bapak, ibu-ibu, dan anakanak muda, sehingga waktu untuk mencari nafkah berkurang.

Meski demikian, alumnus program doktor di UIN Walisongo Semarang 2014 itu punya pengalaman, anugrah Allah sering datang secara tidak terduga.

Pernah suatu kali, ekonomi keluarga lagi pas-pasan, namun dia tetap istikamah mengajar, menjelang Lebaran Allah memberikan rezeki tak terduga yang bisa digunakan untuk menutup kebutuhan. Hal ini tidak terjadi sekali, tapi berulang kali. Dengan demikian, ia mempunyai keyakinan bahwa berjuang di jalan Allah akan membawa keberkahan hidup, termasuk dalam dalam pemenuhan ekonomi keluarga.

”Orang berjuang, seperti mengajar di masjid, mushala, dan pesantren, dengan ikhlas tak perlu khawatir hidupnya susah. Allah memberikan kemudahan dan kabar gembira kepada orang-orang yang menyebarkan ilmu kepada umat manusia,” ujarnya. Menurutnya, manusia tetap wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun jangan seluruh waktunya digunakan untuk bekerja.

Harus ada sebagian waktu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan berbagi kepada orang lain sebagai sumber kebahagiaan hakiki, yaitu kebahagiaan batin yang tidak bisa diraih dengan materi. Kebahagiaan batin sangat mahal karena menjadi tujuan hidup manusia. Bergelimangnya harta tidak menjadi jaminan seseorang meraih kebahagiaan hakiki.

Hilangkang Ego

Ramadan menjadi momentum yang sulit dicari padanannya untuk mendapatkan kebahagiaan batin karena ada banyak latihan yang diajarkan, seperti latihan menahan nafsu, latihan berbagi kepada orang lain, latihan menghilangkan ego pribadi, latihan menggalang persaudaraan, dan latihan beribadah secara khusyuk dalam shalat tarawih, witir, dan tahajud.

Dalam konteks berbagi kebahagiaan kepada orang lain, penulis buku Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh dan peneliti Fikih Sosial Institute ini terinspirasi oleh perjuangan ulama besar KH MA Sahal Mahfudh yang mendarmabaktikan seluruh hidupnya untuk membahagiakan orang lain, dengan cara mengajar ilmu kepada para santri, memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar, dan menulis banyak karya yang tidak pernah habis dikaji oleh generasi demi generasi sampai akhir zaman.

Keikhlasan Kiai Sahal dalam berjuang ini berbuah manis, beliau mendapat kepercayaan umat dan bangsa ini untuk memimpin dan Allah memberikan kecukupan rezeki, baik dari usaha sendiri, maupun dari jalan yang tidak disangka-sangka, sebagai bentuk anugrah Allah bagi hamba yang ikhlas berjuang di jalan-Nya.

Menghadapi Ramadan ini, Jamal menyebut umat Islam penting untuk aktif melakukan muhasabah(introspeksi) supaya mampu menilai dirinya sendiri secara objektif dan melakukan perbaikan diri dengan langkahlangkah positif.

Untuk keluarga, Jamal, yang juga aktif di Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU atau asosiasi pondok pesantren NU Jawa Tengah ini mendorong orang tua untuk memasukkan anaknya belajar ke pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang baik dalam pembentukan karakter dan akhlak mulia. Orang tua bisa melakukan eksperimen dengan memasukkan anaknya dalam program pesantren kilat, supaya anaknya merasakan manfaat nyata dari pendidikan di pesantren.

Hanya saja, lanjut Jamal, jangan sampai salah memilih pesantren, karena ada pesantren yang justru mengajarkan orang berbuat ekstrem, menghalalkan cara-cara kekerasan, dan pemaksaan kehendak, bahkan menganggap darah orang lain halal yang bertentangan dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi Islam.

Pilihlah pesantren yang jelas jejak rekamnya, ketokohan pengasuhnya, banyaknya alumnus yang sudah menjadi pemimpin, dan mempunyai kurikulum yang mengajarkan persaudaraan, persatuan, dan kemajuan. Pesantren seperti ini jumlahnya mayoritas, sehingga tidak sulit mencarinya. (Muhammadun Sanomae-71)