Suatu hari selepas pengajian ada seorang ibu yang berkonsultasi. Beliau kebingungan memilih niatan untuk memberikan uangnya apakah diniatkan untuk sedekah, infaq ataukah justru wakaf. Dalam pandangan sementara ibu ini, kalau sedekah itu bebas apa saja dan boleh ke mana saja, namun wakaf bagi ibu ini ya harus berupa tanah dan beliau ini masih takut, karena dalam benah beliau berwakaf itu biasanya dilakukan oleh orang kaya yang berpunya tanah luas. Dari kejadian ibu ini saya berpikir, bisa jadi banyak juga sementara ini kalangan muslim lain yang beranggapan bahwa wakaf itu identik dengan harta wakaf berupa tanah dan wakaf itu mahal hanya berpeluang bagi orang kaya. Padahal wakaf semestinya mudah, terjangkau dan bisa berupa wakaf uang.
Apabila kita kaji dari khazanah hukum Islam, wakaf diartikan dengan ”menahan dan memelihara keutuhan suatu benda untuk dimanfaatkan pada jalan kebenaran guna mendekatkan diri kepada Allah SWT”. Adapun harta benda yang bisa diwakafkan itu dapat berupa benda tidak bergerak (hak atas tanah; bangunan, benda lainnya); dan benda bergerak. Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, yang meliputi: uang; logam mulia; surat berharga; kendaraan; benda bergerak lainnya (Pasal 16 UUW No. 41 tahun 2004).
Menyoal permasalahan kekinian yakni wakaf uang, maka harta benda wakaf ini bisa berupa uang yang ditujukan untuk keperluan syariah. Wakaf uang ini diartikan dari kata cash waqf atau waqf an-Nuqūd yang diartikan sebagai wakaf uang (Khalid, 1400 H.:944). Wakaf ini konon dipopulerkan oleh tokoh MA. Mannan melalui lembaga social Investment Bank Limited (SIBL) dengan program unggulan sertifikat wakaf tunai di Bangladesh. Wakaf uang yang digagas ini sebagai inovasi keuangan publik Islam dengan mengumpulkan dana kalangan berpenghasilan tinggi melalui penukaran sertifikat wakaf uang, dan hasil dari pengelolaan ini di salurkan untuk pelayanan sosial umat baik dalam bidang keagamaan, pendidikan, maupun kesehatan.
Dasar hukum wakaf ini dalam al-Quran, surat Alī Imron ayat 92 yaitu bahwa “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna sebelum kamu menafkahkan harta yang kamu cintai dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. Hadist Rasulullah saw mengenai wakaf uang ini adalah merujuk pada kejadian masa nabi dengan sahabat Umar bin Khattāb yang mewakafkan tanah di Khaibar dan wakaf sebuah sumur yang dilakukan oleh Usman bin Affan. Imām az-Zuhrī (w.124 H.) telah memfatwakan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam dengan jalan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha dan digunakan keuntungannya sebagai wakaf yang didistribusikan untuk kebutuhan umat.
Kebolehan hukum wakaf uang inipun sejalan dengan fatwa MUI (11 Mei 2002), yaitu bahwa wakaf uang (cash waqf/ waqf al-Nuqūd) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga badan hukum dalam bentuk uang tunai, wakaf ini hukumnya jawāz (boleh), Wakaf uang hanya digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’ ī, dan nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Wakaf di lembaga-lembaga filantropis kekinian telah dikelola dengan sistem manajemen yang maju dan profesional. Arah pengembangan wakaf, khususnya wakaf uang ini adalah pada program penghafalan Quran di samping produktifitas aset wakaf pada produktifitas modal usaha melalui mudhārabah, yang keuntungannya lalu disedekahkan sebagai wakaf untuk pembiayaan pendidikan kalangan dhuafa. Hal ini seirama dengan Pasal 22 UUW No. 41 Tahun 2004 bahwa harta benda wakaf dapat ditujukan untuk sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan, bantuan fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan UU.
Sangat besar peluang aset wakaf yang dimiliki oleh umat muslim di Indonesia ini, apalagi bila setiap kita mau menyisihkan uang yang tidak hanya disedekahkan, tetapi kita juga kita berani untuk berwakaf, akan semakin membuka penyejahtera umat. Semoga kita menjadi bagian dari pribadi-pribadi yang turut berinvestasi yang sudah pasti untungnya, tidak hanya di akhirat, namun juga di dunia. Keberuntungan ini lantaran munculnya kemudahan, keajaiban hidup yang diberikan Allah, karena kita telah mempermudah jalan-jalan kebaikan untuk kesejahteraan sesama.
A. Zaenurrosyid,SHI.,MA. Dosen IPMAFA Kajen Pati, Kandidat Doktor Islamic Studies IAIN Walisongo
.