Menjaga Persaudaraan

Jamal-MamurDi tengah eskalasi Pilkada 2017, seluruh elemen bangsa harus meningkatkan ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan sesama warga negara) supaya kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan secara harmonis. Hal ini sangat penting, karena momentum pilkada sangat mudah digunakan menyulut sentimen SARA demi kepentingan politik kekuasaan.

Indonesia dengan mayoritas umat Islam sangat mudah digerakkan emosinya dengan SARA untuk memobilisasi masa dalam jumlah besar dengan tujuan mendiskreditkan pihak tertentu, khususnya pasangan calon yang ikut memperebutkan kursi kekuasaan.

Mengingat bahayanya sentimen SARA ini, KH Ahmad Shiddiq, mantan rais aam PBNU, merumuskan trilogi ukhuwwah, yaitu ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan antarumat Islam), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan antaranak bangsa), dan ukhuwwah basyariyyah (persaudaran antarsesama umat).

Kiai Ahmad Shiddiq menyadari betul bahwa Indonesia adalah negara majemuk yang terdiri dari banyak agama, suku, ras, dan golongan, sehingga tidak cukup hanya dengan ukhuwwah Islamiyyah. Oleh sebab itu, ukhuwwah wathaniyyah harus ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari supaya tidak terjadi disharmoni dan keutuhan NKRI tetap terjaga dengan kokoh.

Ukhuwwah wathaniyyah ini didasari banyak hal. Pertama, Islam adalah agama yang menebarkan kasih sayang (rahmah) kepada seluruh umat manusia, bukan agama yang suka mengancam, menghina, dan melecehkan harkat dan martabat manusia.

Konsep rahmah adalah universal, sehingga mencakup seluruh ajaran Islam, khususnya yang berkaitan dengan interaksi horizontal. Kedua, Islam adalah agama yang sangat menekankan akhlakul karimah, budi bekerti yang mulia, seperti kelembutan, kesantunan, kedermawanan, kepedulian sosial, tolong menolong, dan lain-lain.

Islam bukan agama yang mendorong permusuhan, kebencian, dan egoisme sektoral. Ketiga, Islam mendorong umatnya untuk saling mengenal dan bekerja sama dengan sesama umat manusia, tanpa melihat agamanya. Justru, dengan berinteraksi yang baik dengan nonmuslim, menjadi ladang dakwah yang sangat efektif.

Banyak sekali orang kafir zaman Nabi yang memeluk Islam setelah melihat keagungan akhlak Nabi Muhammad saw. Menurut kisah, Nabi selalu diludahi seorang perempuan setiap lewat di jalan tertentu. Nabi tidak membalasnya. Suatu kali ketika Nabi melewati jalan tersebut ternyata tidak ada yang meludahi, Nabi kemudian bertanya bagaimana kabar perempuan yang selalu meludahinya.

Setelah mengetahui kondisinya yang sedang sakit, Nabi kemudian membesuknya dengan membawa makanan kesukaan perempuan tersebut. Nabi kemudian mendoakannya dan dengan kekuasaan Allah, perempuan tersebut sembuh. Melihat keagungan akhlak Nabi ini, perempuan tersebut masuk Islam dengan penuh kesadaran, bukan paksaan dan ancaman (Said Aqil Munawar, 2009).

Banyak sekali keagungan akhlak Nabi yang menjadi daya tarik utama seseorang masuk Islam, bukan karena orasi dan harta. Keempat, meneladani politik kebangsaan Nabi Muhammad sawketika mengadakan perjanjian dengan seluruh elemen yang ada di Madinah yang dikenal dengan Piagam Madinah (Mitsaq Al-Madinah).

Dalam piagam tersebut, Nabi mewajibkan seluruh penduduk Madinah yang terdiri dari umat Islam, Nasrani, Yahudi, dan beberapa suku, seperti Bani Quraidlah, Bani Nadlir, dan Khadlraj, untuk bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban. Masalah ibadah mahdlah, diserahkan kepada masing-masing agama, tanpa ada intervensi. (H49-10)

Penulis adalah Kaprodi Manajemen Zakat Wakaf Ipmafa Pati, aktivis NU Pati

Sumber: Suara Merdeka