MOMENTUM Harlah Ke-91 NU pada 31 Januari 2017 harus dimanfaatkan untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi warga NU, mengingat mayoritas warga nahdliyin masih dililit problem kemiskinan.
Sejarah NU dibangun di atas tiga fondasi, yaitu keilmuan (tashwirul afkar), ekonomi (nahdlatut tujjar), dan nasionalisme (nahdlatun wathan). Bidang ekonomi jadi salah satu prioritas yang mendesak diberdayakan. Bidang keilmuan sudah dikembangkan lewat pondok pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi.
Nasionalisme lewat partisipasi aktif NU dalam memantapkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Bidang ekonomi jadi sektor yang termarginalkan. Realitas inilah yang seyogianya jadi perhatian pengurus NU, khususnya peserta muktamar, agar mampu merumuskan pemikiran solutif dalam pemberdayaan ekonomi warga NU.
Menurut Muhammad Fajrul Falakh (2010), pascakhitah, NU mempunyai trilogi transformasi, yaitu sosial-politik, sosio-kultural, dan sosial-ekonomi. Trilogi ini untuk menghidupkan semangat yang mendorong kelahiran NU di Surabaya pada 16 Rajab 1344 H, bertepatan 31 Januari 1926 M. Trilogi transformasi tersebut harus digerakkan untuk menggapai kejayaan NU.
Menurut AS Hikam (2010), pascakhitah, NU berubah menjadi kekuatan civil society yang mandiri karena memfokuskan diri pada kegiatan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Era KH M Hasyim Asyíari NU berhasil membuat syirkah al-inan (sejenis koperasi) yang memberikan diskon harga kepada warga NU di Jombang, Surabaya, dan Jember (Mustafa Bisri, 2007, Ali Haidar, 1999).
Era Gus Dur dan KH MA Sahal Mahfudh dilanjutkan dengan membuat koperasi dan biro pengembangan pesantren dan masyarakat di bidang ekonomi kerakyatan. Maka di era sekarang di mana kompetisi berjalan cepat harus ada terobosan efektif supaya potensi ekonomi warga NU bergerak secara produktif.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, menyiapkan SDM profesional di bidang ekonomi. Hal ini dilakukan dengan memasukkan kader muda di perguruan tinggi yang mempunyai jurusan perbankan, kewirausahaan, dan pemasaran. Perguruan tinggi NU seyogianya membuka jurusan bidang visioner ini untuk mempercepat terwujudnya kader berkualitas dalam bidang ekonomi.
Investasi SDM ini penting karena tak mungkin memberdayakan ekonomi warga NU tanpa lembaga keuangan yang dikelola SDM berkualitas. Kedua, merintis lembaga keuangan, khususnya di wilayah mikro, yaitu usaha kecil menengah. Lembaga keuangan mikro seperti baitul mal wat tamwil (BMT), BPR syariah yang bergerak di bidang pembiayaan usaha mikro, bisa menggerakkan ekonomi warga NU di level menengah ke bawah.
Dalam program ini, pesantren didorong untuk terlibat aktif karena pesantren terbukti mampu mengemban program visioner ini. Pesantren Sidogiri dengan BMTnya dan Pesantren Maslakul Huda Pati dengan banknya berhasil menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar. Ketiga, membentuk jaringan pemasaran berbasis komunitas.
Dunia pemasaran mempunyai tingkat kompetisi yang sangat ketat. Lebih baik NU membentuk pasar berbasis komunitas. Kebutuhan sehari-hari komunitas warga NU, seperti pesantren, madrasah, perguruan tinggi, dicukupi oleh NU dari produksi NU sendiri atau dari perusahaan lain.
Salah satu contoh terbaik pemasaran berbasis komunitas adalah air minum dalam kemasan produksi Ponpes Arwaniyah Kudus. Perusahaan ini berhasil membuka pasar komunitas santri, khusus alumni pesantren. Keempat, mengadakan event ekonomi secara berkala, seperti bazar buku, bazar sembako, pekan entrepreneurship, dan lainlain.
Kegiatan itu bisa disesuaikan dengan hari besar Islam dan budaya lokal, seperti Tahun Baru Hijriyah, Maulud Nabi, Isra Mikraj, Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, haul ulama, dan lain-lain. Kelima, membuat lembaga kajian, penelitian, dan pelatihan yang fokus pada ekonomi dan kewirausahaan. Lembaga bisa dijadikan wahana peningkatan kualitas kader muda dan melatih calon pengusaha dengan pelatihan efektif dan intensif. (H15-10)
— Penulis adalah Wakil Ketua PCNU Pati dan Ketua Prodi Manajemen Zakat Wakaf Ipmafa Pati
Sumber: Suara Merdeka