
IPMAFA – (Sabtu 17/11/2018) telah berlangsung simposium SATU DASAWARSA Institut Pesantren Mathali’ul Falah dan Peringatan Haul Dr. (HC) KH. MA. Sahal Mahfudh. Tema simposiun adalah “Menuju Grand Design Perguruan Tinggi Riset Berbasis Nilai-Nilai Pesantren”. Pada simposium ini menghadirkan sejumlah narasumner meliputi Abdul Ghofarrozin, M.Ed (Rektor IPMAFA Pati), Dr. Nur Rofi’ah, Bil Uzm (Dosen Pasca Sarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran) serta Dr. Islah Gusmian. Acara ini berlangsung pukul 13.00-16.00 WIB bertempat di Auditorium IPMAFA Pati.
Dr A Dimayati MAg selaku Wakil Rektor I IPMAFA menyampaikan bahwa menuju Grand Design Perguruan Tinggi Riset Berbasis Nilai-Nilai Pesantren, IPMAFA meyematkan nama pesantren dalam lembaganya. Ini berjalan sejak IPMAFA Berdiri pada 2008. Digagas dengan melibatkan banyak pihak dan yang mentradisikan pesantren. Tapi landasan untuk mendirikan Perguruan Tinggi berbasis nilai-ilai pesantren ini belum kuat, masih ada perbedaan pemikiran, dikotomi antara pesantren dan PTKI. Identitas nama pesantren juga ada tuntutan untuk tidak mengkotak-kotakkan.
Karakter perguruan berbasis pesantren adalah integrasi antara ilmu dan agama yang bisa bersatu-padu dan berjalan bersama. Perguruan tinggi berbasis pesantren harus dapat melakukan verifikasi kebenaran ilmiah, memiliki sanad, ijazah, tidak hanya rasional empiris, penguatan ideologi agama, organisasi masyarakat, dan tidak bebas nilai. Pesantren tidak berhenti pada pengajaran tapi pendidikan yang membentuk akhlak karimah dan pembangunan karakter. Peran dosen tidak hanya sebagai pengajar, tapi juga musrif, murabbi, diikuti dan dianut oleh mahasiswanya.
Gus Rozin mengelaborasi nilai-nilai pesantren yang selalu ditanamkman pada lembaga pendidikan IPMAFA yaitu penyiapan insan yang salih akrom. Akrom bersifat transedental adapun Saleh bersifat horizontal, yakni dapat diartikan sebagai saleh sosial. Saleh memiliki makna luas yakni sesuatu yang dinamis, sesuatu yang berbeda sesuai zamannya. Ikhlas, berkah, tawadlu, proses dialogis untuk mencari kebenaran, dengan husnudzon, al-istiqomah/konsisten terhadap yang kita lakukan, uswah hasanah, bisa menjadi role model bagi lingkungan, diimbangi dengan zuhud.
Pesantren memiliki 3 fungsi, yakni lembaga pendidikan, dakwah, community development. Meningkat jika dimasukkan dalam perguruan tinggi berbasis riset sehingga lebih lengkap lagi. Diharapkan ini bisa didapatkan fiedback. Tawaran ini bisa jadi matang atau direvisi atau direkontruksi. Saat ini ada tren baru perguruan tinggi berbasis culture, market driver, kita harus lihat ulang dengan para mahasiwanya, siap masuk pasar tertentu. Membuat pasar, mengelola pasar, generasi Z namun ‘tidak mengikuti genderang orang lain agar kita memiliki ciri khas sendiri’.
Narasumber kedua oleh Dr Nur Rofi’ah, dosen Pasca Sarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran menyampaikan orasinya tentang ideologi radikalisme dan sekulerisme dengan tema “Paradigma tauhidik PT Pesantren dan kontekstualisasinya”. Rofiah menyampaikan bahwa penting meletakkan tauhid sebagai world view pada tiap diri seseorang. Artinya manusia adalah sebagai hamba Allah yang sebenar-benarnya dan kualitasnya ditentukan oleh sejauhmana kemaslahatan mampu ditimbulkan. Muslim sejati harus memiliki taqwa yang memiliki daya dorong pada kemaslahatan. Duni pesantren dituntut mampu melakukan kontekstualisasi nilai-nilai pesantren.
Rofiah juga menyinggu karakteristik pesantren dengan tradisi keilmuan agamanya yang kuat. Pesantren mampu menggunakan ilmu alat yang mumpuni maka harus diaplikasikan di perguruan tinggi pesantren. Ada empat dharma perguruan tinggi pesantren meliputi pendidikan, dakwah, penelitian dan pengembangan masyarakat.
Narasumber ketiga disampaikan oleh Islah Gusmian dengan tema ‘Epistimologi Keilmuan Pesantren’. Menurutnya, berbicara “pesantren” artinya berbicara sesuatu yang sangat luas. Di Aceh, Palembang, Padang dan daerah lain di nusantara telah banyak mewarisi tradisi pesantren. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana menghidupkan ruhnya. Banyak ulama muslim yang ada di nusantara seperti Ar-Raniry, Hamzah Fanzuri. Kiai Seleh Darat (menulis kitab dengan pegon), Kiai Nawawi , dll. Gusmian menyatakan bahwa tradisi fiqh dan tasawuf merupakan pondasi pesantren yang juga menjadi karakteristiknya.