Berpihaklah Kepada Rakyat Wahai Sang Pemimpin

Oleh: Dr. Jamal Ma’mur, M.A.*

KH. Abdurrahman Wahid sering menyampaikan kaidah fiqh:
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
Kebijakan seorang pemimpin berkelindan terhadap kemaslahatan rakyat.

KH. MA. Sahal Mahfudh sering menyampaikan kemaslahatan primer dengan bahasa ‘basic needs’, kebutuhan-kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar rakyat adalah sandang, pangan, dan papan. Saat ini berkembang menjadi: kesehatan dan pendidikan.
Seorang pemimpin harus mampu membuat kebijakan dan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk memenuhi ‘basic needs’ masyarakat. Masih banyak masyarakat kita yang masuk kategori miskin, bahkan miskin ekstrem yang membutuhkan kehadiran pemimpin.

Habib M. Quraish Shihab dalam buku Secercah Cahaya Ilahi, Hidup Bersama Al-Qur’an menegaskan: “Kepemimpinan bukan keistimewaan, tapi tanggung jawab; pengorbanan bukan fasilitas; kerja keras bukan leha-leha; kewenangan melayani bukan kesewenang-wenangan bertindak; keteladanan berbuat dan kepeloporan bertindak.” Lebih lanjut Habib Quraish menjelaskan, dalam al-Qur’an pemimpin diistilahkan ‘imam dan khalifah’ karena pemimpin satu kali di depan ing ngarso sung tulodo dan sekali mendorong dan mengikuti kehendak serta arah yang dituju rakyatnya tut wuri handayani.

Melihat beratnya tugas pemimpin, Imam Mawardi dalam Ahkam Sulthaniyah menerangkan kriteria menjadi pemimpin. Antara lain: adil; kompetensi konseptual dan teknis; fisik prima; dinamis (sur’atun nuhudl—cepat bergerak); mempunyai strategi matang; mempunyai keberanian.

Pikirkan Rakyat Miskin

Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Asybah wan Nadhair menjelaskan, seorang pemimpin harus mendahulukan rakyat yang sangat membutuhkan. Jika seorang pemimpin menganakemaskan kalangan elite daripada kalangan ‘akar rumput’ (petani, nelayan, pedagang kaki lima, buruh, dan sejenisnya), maka keadilan seorang pemimpin hilang.

Melihat pandangan para ulama di atas, maka para pemimpin ‘negeri ini’, sebelum membuat kebijakan, seyogianya melakukan langkah-langkah konkret, antara lain:

  1. Turun ke lapangan, seperti yang sekarang dipraktikkan Gubernur Jabar untuk mengetahui dan menyaksikan secara langsung ‘kondisi riil’ rakyat. Tidak terhitung dari mereka yang berjuang setiap harinya untuk memenuhi ‘sesuap nasi’. Bahkan, sering kali penghasilan harian tidak mencukupi kebutuhan hidup primer keluarganya.

  2. Mendengar masukan semua pihak, khususnya para kiai, akademisi, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, media, dan orang-orang yang setiap hari bergumul dengan problematika masyarakat.

  3. Menerapkan prinsip ‘kolektif-kolegial’ yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam membuat kebijakan yang pro rakyat, yang berporos kepada prinsip kebenaran, keadilan, dan kemaslahatan.

Jangan Susahkan Rakyat

Pemimpin hadir sebagai ‘oase yang menyegarkan dan menggairahkan rakyat dalam menjalani kehidupan dan meraih impian masa depannya yang prospektif’.

Jangan sampai kebijakan pemimpin menindas, menyengsarakan, dan menjerumuskan rakyat ke lubang kehancuran dalam segala aspek kehidupan.

Teladanilah Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz yang mencurahkan segala sumber daya (manusia, ekonomi, teknologi, alam) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemimpin adalah orang yang pertama kali ‘lapar’ saat krisis mendera dan yang terakhir ‘kenyang’ saat ekonomi melimpah.

Semoga Allah membimbing para pemimpin kita supaya istiqamah memikirkan dan berjuang menyejahterakan rakyat dan terhindar dari tindakan-kebijakan yang menindas dan menyengsarakan rakyat, amiin.

Wallahu A’lam Bish Shawab.

*Dr. Jamal Ma’mur, M.A, Dosen Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IPMAFA