PENDIDIKAN di Indonesia masih kalah dari Malaysia yang dulu belajar dari kita. Apalagi dengan Jepang, Australia, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. Pendidikan terbaik masih dipegang oleh negara-negara Eropa dan Amerika, baru setelah itu negara-negara Asia.
Salah satu faktor utamanya adalah sumber daya guru yang masih rendah. Kreativitas dan produktivitas guru di Indonesia masih di bawah standar sehingga tidak mampu menginspirasi siswa untuk berkarya. Ada pepatah Arab yang artinya metode lebih penting dari materi, tapi guru lebih penting dari metode.
Sebaik apa pun metode, jika kualitas guru rendah maka metode itu tidak banyak berpengaruh pada proses pendidikan. Ada beberapa langkah yang dilakukan. Pertama, secara formal, guru diwajibkan menempuh studi S-2 sesuai dengan spesifikasi keilmuannya. Sudah tidak masanya guru era sekarang mencukupkan diri dengan S-1 karena tantangan zaman yang semakin kompleks.
Ilmiah
Dengan bekal S-2, guru punya kemampuan metodologi berpikir ilmiah sehingga mampu menganalisis problem-problem pendidikan secara sistematis, filosofis, dan solutif. Kedua, secara substansial, guru didorong untuk aktif dalam kegiatan penelitian. Ketiga, mendorong guru untuk menulis.
Hasil penelitian guru harus dituangkan dalam berbagai bentuk tulisan, seperti laporan penelitian, jurnal, artikel, kolom, dan lain-lain supaya bisa dibaca dan direspons publik secara luas Desiminasi pemikiran dalam bentuk tulisan akan menggairahkan iklim akademik dan mempercepat proses transformasi paradigma dan sosial sekaligus.
Ada pepatah Arab yang artinya apa yang ditulis abadi dan apa yang dihafal hilang. Inilah yang mendasari Umar bin Khattab merekomendasi pembukuan Alquran (tadwinul qurían) kepada Abu Bakar karena khawatir Alquran hilang dari peredaran ketika banyak orang yang hafal Alquran terbunuh di medan perang.
Dan ini juga yang mendasari Umar bin Abdul Aziz memerintah pengumpulan hadis (jamíul hadis) karena khawatir hadis sahih tercampur dengan ucapan- ucapan yang tidak hadis atau hadis palsu. Keempat, studi banding. Untuk mempercepat kualitas guru, seyogianya diadakan studi banding ke lembaga pendidikan yang sudah maju dengan guru-guru yang kreatif dan produktif, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Studi banding tidak harus di lembaga pendidikan formal, tapi juga bisa nonformal asalkan mempunyai keunggulan di bidang pengembangan sdm guru, seperti Qaryah Thayyibah Salatiga dan Gola Gong Serang Banten yang berhasil menerbitkan banyak karya, baik dari guru maupun siswa.
Dengan studi banding, guru akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Dan dengan cepat akan termotivasi untuk bangkit mengejar ketertinggalan supaya mampu menjadi pemenang di era kompetisi global. Kelima, lembaga pendidikan harus aktif mengadakan lomba menulis dan meneliti dengan tema yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Lomba ini menjadi wahana evaluasi efektif bagi lembaga pendidikan dalam mendorong guru-gurunya menjadi sosok pembaharu di bidang keilmuan. Lomba ini seyogianya diadakan secara rutin. (penulis adalah penulis buku Great Teacher dan Guru Berkharisma, dosen Ipmafa Pati/H15-10)
Sumber: Suara Merdeka