Hijrah dari Keserakahan

Oleh Jamal Ma’mur Asmani

Jamal-makmurRABU14 Oktober 2015 atau 1 Muharram 1437 H, umat Islam merayakan tahun baru Hijriyah. Momentum ini harus dimaknai secara mendalam untuk menghilangkan keserakahan yang menyengsarakan jutaan anak manusia di muka bumi. Keserakahan ini salah satunya ditunjukkan oleh aksi membakar hutan tanpa perikemanusiaan, yang menyebabkan kabut asap menyebar ke banyak tempat. Orang-orang tidak bersalah terkena imbas. Indonesia merupakan negara terbesar berpenduduk Islam. Namun perilaku Islami yang diajarkan Nabi Muhammad Saw tidak tecermin di negeri ini. Islam mengajarkan manusia menebar kebaikan dan menjauhkan perilaku serakah. Dalam Islam, menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan adalah wajib. Segala perilaku yang mendorong lima prinsip utama syariat Islam ini (maqasidus syariah) ditekankan dan semua yang merusak lima prinsip itu dilarang. Islam turun untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (wama arsalnaka illa rahmatan lil-alamin). Dalam hijrah Nabi, pengorbanan menjadi kata kunci. Demi menegakkan kebenaran dan keadilan, Nabi melakukan perjalanan penuh risiko dari Makkah ke Madinah. Selain dikejar-kejar kafir Makkah, jalan yang dilalui Nabi berbukit- bukit, terjal, dan banyak hewan liar. Namun keberanian Nabi menghilangkan seluruh kekhawatiran dan akhirnya pertolongan Allah datang. Nabi meninggalkan kampung halaman dan seluruh kekayaan demi tegaknya Islam. Totalitas Nabi dalam perjuangan membuahkan hasil, yaitu sambutan hangat penduduk Yatsrib terhadap kedatangan Nabi yang membawa misi kerasulan suci, yaitu mengesakan Allah dan mewujudkan keadilan sosial (Asghar Ali Enggener, 2007). Dakwah Nabi dengan cepat diterima dan akhirnya Nabi menjadi pemimpin politik di Yatsrib, yang kemudian berganti nama menjadi Madinah al-Munawwarah (kota yang bersinar). Dengan segera, Madinah berubah menjadi kota ilmu dan peradaban.

Robert F Bella menyebutnya sebagai daerah yang terlalu maju untuk ukuran saat itu, karena berintikan demokrasi, persamaan hak, dan keadilan sosial. Potret ini dapat dilihat dari interaksi dan komunikasi antarpara sahabat Anshar dan Muhajirin di Madinah yang berjalan harmonis. Mereka bahu membahu dalam kebaikan dan takwa. Tidak ada keserakahan. Kekayaan Anshar dibagi untuk Muhajirin, khususnya mereka yang membutuhkan. Satu dengan yang lain bersaudara, saling merasakan kepedihan dan kebahagiaan. Orangorang munafik yang berusaha memecah belah umat Islam ditindak tegas. Allah dalam Alquran menjelaskan sifat-sifat orang munafik sebagai warning kepada Nabi dan para sahabat. Nabi menjelaskan tiga ciri utama orang munafik, yaitu berdusta, mengingkari janji, dan lari dari tanggung jawab. Orang-orang ini menjadi musuh dalam selimut. Potret Nabi dan para sahabatnya di Madinah jauh dari sifat serakah dan kemunafikan. Mereka menampilkan satu garis perjuangan yang padu, sehingga berhasil membasmi musuh dan mencapai target. Nabi dan para sahabat akhirnya mencapai masa keemasan (golden age) ditandai dengan kebangkitan spiritual, ekonomi, politik, dan peradaban. Serakah disebabkan beberapa faktor. Pertama, cinta harta. Cinta harta yang berlebihan membuat seseorang melakukan segala cara untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa memedulikan norma, etika, agama, dan sosial.

Dalam agama ada pepatah hubbun dunya ra’su kulli khathiatin, cinta dunia pangkal segala kesalahan. Umat Islam didorong untuk mencari rejeki, tapi dengan jalan yang benar dan mau berbagi kepada orang lain, khususnya mereka yang membutuhkan dalam bentuk zakat, infak, dan sedekah. Kedua, cinta kekuasaan. Setelah cinta harta, seseorang kemudian memburu kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Dalam Islam, kekuasaan boleh diburu, tapi dengan cara yang baik dan dengan tujuan yang baik, yaitu menegakkan kebenaran dan mencegah kebatilan. Ketiga, mempunyai sifat hasud (iri hati). Iri adalah sifat setan yang ditularkan kepada manusia supaya tidak menerima anugerah Tuhan yang diberikan kepada orang lain. Hasud membuat orang berniat jahat menghilangkan nikmat orang lain dan jika bisa nikmat tersebut menjadi miliknya. Hasud inilah yang membuat Iblis terlempar dari surga dan membuatnya membenci Adam dan anak keturunannya. Semoga tahun baru Hijriyah menyadarkan bangsa ini dari sifat serakah dan menggantinya dengan kesantunan dan suka berderma demi orang lain. (43)

— Jamal Ma’mur Asmani, Peneliti Fiqh Sosial Institute dan Ketua Prodi Zakat & Wakaf Institut Pesantren Mathaliul Falah Pati

Sumber: Suara Merdeka Online