Di tengah kompetisi yang semakin ketat, kondisi sebagian Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) hingga saat ini belum ideal. Hal itu tercermin dari fakta di lapangan yang menunjukkan belum semua PTKIS berkomitmen untuk menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Padahal selain merupakan amanat Undang-undang, SPMI merupakan bukti keseriusan PTKIS untuk melaksanakan pendidikan secara berkualitas dan transparan.
Demikian pernyataan Dr Hasyim Muhammad MAg, Sekretaris Kopertais Wilayah X dalam monitoring PTKIS di Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Pati, Senin (15/5/17). Ke depan, implementasi penjaminan mutu di perguruan tinggi menjadi pertimbangan penting bagi DIKTI dalam pembinaan dan pelayanan , seperti akreditasi, pembukaan prodi baru dan sebagainya.
IPMAFA sendiri sejak setahun ini telah memiliki Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) dan telah melaksanakan audit internal ke unit-unit yang ada, khsususnya Prodi dan UPT Perpustakaan. tahapan audit meliputi sosialisasi, desk evaluation, visitasi, rapat tinjauan mutu, perbaikan dan penilaian. Dampak nyata yang dirasakan dari audit internal tersebut berupa kesadaran unit dalam memenuhi kelengkapan dokumen dan menerapkan indikator yang jelas dalam setiap pelaksanaan program dan manajemen pada umumnya. Audit internal itu sendiri menjadi agenda tahunan yang dilakukan setiap akhir semester ganjil.
Pada kesempatan tersebut juga disosialisasikan program-program Kementerian Agama melalui DIKTIS yang dapat diakses oleh dosen, seperti kursus bahasa asing, short course, dan beasiswa 5000 Doktor.
Menurut Rektor IPMAFA, Abdul Ghaffar Rozien, M.Ed, lemahnya penguasaan bahasa sering kali menjadi salah satu aspek krusial bagi dosen karena menjadi prasyarat untuk mengakses beasiswa ke luar negeri. Karena itu sebisa mungkin dosen didorong untuk meningkatkan kemampuan bahasanya dengan mengikuti berbagai program yang ditawarkan DIKTIS maupun lembaga lain.
Hal lain yang menjadi topik penting berkaitan dengan publikasi ilmiah dosen di jurnal terakreditasi, sebagai syarat pengajuan kepangkatan. Bagi dosen, publikasi ilmiah merupakan suatu kewajiban sebagai bukti reputasi akademik dan menyebarkan hasil penelitiannya kepada masyarakat ilmiah sehingga bisa diakses secara luas. Sudah bukan saatnya lagi dosen hanya berkutat pada perkuliahan. Bahkan kebiasaan dosen menerbitkan tulisan dalam bentuk buku juga didorong agar memenuhi kaidah-kaidah riset. Demikian pula dengan penyusunan prosiding seminar, harus melalui proses review oleh para pakar supaya dapat diakui sebagai karya ilmiah.