KPU Pati Goes to Campus – Sosialisasi Pemilu Serentak 2019 di IPMAFA

Kamis, (13/12/18) Bekerjasama dengan Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) Institut Pesantren Mathali’ul Falah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pati Goes to Campus untuk melakukan Sosialisasi Pemilu Serentak 2019. Dengan narasumber Haryono, S.H.I., M.S.I. dan bapak Agus Sya’roni M. Pd., sosialisasi ini membahas banyak hal menarik yang perlu diketahui oleh calon peserta Pemilu 2019.

Salah satu tujuan KPU melakukan Goes to Campus itu sendiri adalah untuk memberi wawasan kepada teman-teman mahasiswa mengenai seluk-beluk pemilu secara umum. Diharapkan nantinya mahasiswa akan menularkan pengetahuan ini kepada keluarga dan masyarakat secara umum karena sebagian masyarakat tentu tidak dapat dijangkau oleh KPU .

Selain hal tersebut, sosialisasi ini bertujuan membangun awareness (kepedulian) mahasiswa sehingga mereka mampu berkontribusi dalam merubah paradigma masyarakat supaya menjadi pemilih yang cerdas. Yang terakhir, kedatangan KPU Pati ke kampus bertujuan menambah partisipasi masyarakat dalam pemilu serentak 2019 mendatang.

Dalam forum tersebut disampaikan bahwa partisipasi pemilih itu penting karena kedaulatan ada di tangan rakyat. Partisipasi aktif pemilih menjadi penentu terwujudnya pemilu yang berkualitas dan berintegritas. Bahkan partisipasi pemilih ditargetkan mencapai minimal 77,5% untuk mendukung suksesnya acara pesta rakyat tersebut.

Untuk melawan politik kotor, Agus Sya’roni juga menyarankan supaya kita tidak menjadi pemilih yang mudah terpengaruh, apatis, pura-pura tidak tahu bahkan terjebak dalam politik praktis. Sebagai mahasiswa sebagai the agent of social change memiliki sifat yang idealis.

Namun yang menjadi pertanyaan disini adalah ketika organisasi eksternal mahasiswa saja sudah diperalat oleh politik, masihkah ada idealisme dalam diri mahasiswa? Untuk hal ini Agus Sya’roni menekankan tidak akan tumbuh idealisme ketika pengetahuan dalam diri seorang mahasiswa (dalam hal ini politik) tidak begitu kuat.

Pemahaman konseptual mengenai politik jarang sekali dikaji. Ketika mahasiswa tidak menguasai hal tersebut, otomatis idealisme tidak akan muncul. Oleh karenanya diperlukan kajian rutin terkait permasalahan politik diluar kelas untuk memunculkan idealisme. Dari idealisme ini akan timbul sifat kritis,  karena melihat terjadinya kesenjangan antara idealisme dan realitas. Disinilah nanti mahasiswa akan terlihat actionnya.

Satu lagi pertanyaan yang cukup menggelitik adalah diperbolehkannya penderita gangguan jiwa untuk memilih, bukankah ini bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 2015. Siapa yang mengaturnya? Haryono, S.H.I., M.S.I. menganggapi bahwa peraturan tersebut dibuat oleh DPR, KPU hanya bertugas untuk menjalankan undang-undang. Beliau juga menegaskan, disinilah pentingnya memilih calon legislatif dalam jangka 5 tahun kedepan.

Terakhir, Ahmad Nashiruddin selaku moderator menutup pertemuan dengan mengutip kalimat seorang tokoh. Bahwa politik itu tidak mencari yg terbaik, tetapi mencegah yang kurang baik berkuasa. Maka dari itu jangan apatis terhadap politik. (Astri)