Oleh: Tutik Nurul Jannah
Sumpah bisa diartikan sebagai janji atau ikrar yang teguh untuk menunaikan sesuatu. Sumpah Pemuda memiliki dampak yang luar biasa, terutama dalam konteks pergerakan dan semangat kebangsaan pemuda Indonesia.
Kongres pemuda Indonesia II yang didalamnya sumpah pemuda dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan diselenggarakan di Jakarta, 28 Oktober 1928. Dua bulan setelahnya, pada 22 Desember 1928, para pemudi Indonesia mengikuti langkah ini dengan menyelenggarakan Kongres Wanita Indonesia yang pertama di Gedung Wanitatama, Jogjakarta.
Fakta ini menunjukkan, sumpah pemuda memiliki efek yang luar biasa bagi gelora kebangkitan para pemuda dan pemudi pada masanya menuju semangat kebangsaan untuk Indonesia merdeka.
Sejarah mencatat, sejak zaman pergerakan menuju kemerdekaan, orde lama, orde baru hingga reformasi, pemuda Indonesia menjadi garda terdepan perubahan. Semangat kebangsaan yang dikumandangkan melalui Sumpah Pemuda pada 85 tahun lalu seharusnya menjadi teladan bagi pemuda Indonesia hingga detik ini.
Terlebih, jika melihat kondisi Indonesia saat ini, dimana unsur kedaerahan yang kembali menguat, dengan menonjolkan egoisme sebagai bagian dari etnis, suku dan pemeluk agama tertentu. Sementara di sisi lain, gempuran globalisasi juga menjadi tantangan tersendiri.
Syaich Musthafa Al-Ghulayaini dalam kitab Idhotunnasyiin menyebutkan, pemuda adalah ujung tombak kemajuan sebuah bangsa. Dengan kekuatan raga dan pikirannya, pemuda merupakan harapan umat untuk memperjuangkan kehidupan bernegara yang lebih baik.
Sudah sepatutnya pemuda Indonesia berupaya meneladani semangat Sumpah Pemuda yang dilakukan para pemuda Indonesia 85 tahun yang lalu. Meneladani dalam artian yang sesungguhnya, yakni mengambil kebaikan dan mengamalkannya sesuai dengan konteks kekinian.
Dalam konteks ini, Kyai Sahal Mahfudh menyebutkan, keberadaan manusia di dunia ini tak lain semata untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah disini tidak semata-mata dimaknai sebagai ibadah dalam artian ubudiyyah berupa puasa, salat, zakat dan haji.
Namun pada hakikatnya ibadah manusia disandarkan sesuai dengan dua fungsi utamanya, yakni sebagai ibadatululloh (kawulanya Allah SWT) sekaligus sebagai imaratul ardli (pemimpin di bumi).
Sebagai imaratul ardli manusia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan kehidupan yang lebih baik di muka bumi. Kehidupan bernegara merupakan salah satu upaya manusia untuk lebih mudah dalam mengatur kepentingan bersama berdasarkan cita-cita dan wilayah yang telah disepakati.
Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam etnis, suku dan agama. Untuk menyatukan berbagai ragam budaya dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan yang tidak sedikit.
Pengorbanan para pendiri negara untuk menyatukan beragam etnis, suku dan agama menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini seharusnya menjadi teladan bagi generasi selanjutnya untuk mempertahankan persatuan sekuat tenaga. Dibutuhkan tekad, iktikad baik dan kesadaran kebangsaan agar keutuhan negara ini tetap berlangsung.
Sumber: koran jawapos