Momentum bagi Reformasi Polri

PATI – Perdagangan bebas di kawasan ASEAN perlu disikapi dengan kesiapan semua pihak, tidak terkecuali mahasiswa. Mereka perlu menyiapkan diri untuk berpikir dan bertindak kreatif, cepat, dan inovatif agar tidak tergilas dari negara lain saat Asean Free Trade Area (AFTA) diberlakukan.

Demikian orasi ilmiah yang disampaikan mantan Wakil Pre­siden Jusuf Kalla dalam Stadium Generale Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Falah (Staimafa) Pati bertema ”Tantangan Pergu­ruan Tinggi pada Asean Free Trade Area (AFTA)”, kemarin. Hadir pula dalam kesempatan itu, KH Masdar Farid Mas’udi (PB­NU), dan Aksa Mahmud (mantan Wakil MPR RI).

Pria yang akrab disapa JK ini memotivasi mahasiswa untuk tidak hanya berdiam diri. Namun, mampu mewarnai bangsa ini dengan modal ilmu pengetahuan yang mampu dikembangkan menjadi usaha produktif.

Karena itu, perguruan tinggi (PT) diharapkan mampu membuat perubahan kepada mahasiswa. Ilmu pengetahuan bukan hanya sebatas bicara, tetapi menjadi semangat perubahan ke arah yang lebih baik dan produktif untuk menjawab tantangan perdagangan bebas.

”AFTA artinya meningkatkan persaingan. Ada tiga hal penting menyangkut hal itu, yakni menjual lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat. Kalau baik tapi mahal orang tidak akan beli,” ujarnya di hadapan ratusan mahasiswa.

Percaya Diri

Selain itu, kepercayaan diri merupakan hal penting yang ditekankan politikus Partai Golkar ini untuk menghadapi perdagangan bebas. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi lebih besar dibanding negara lain di kawasan ASEAN, sepanjang semua pihak, termasuk pemerintah mendorong perubahan yang sesungguhnya.

”Saat ini masyarakat Indo­nesia perlu berani berdikari dan percaya diri. Setiap negara punya catatan keuangan dan kemampuan yang berbeda. Jika kita berani mencipta produk dengan lebih cepat, lebih bagus, dan lebih murah, saya yakin kita akan bisa menjadi negara maju. Saya yakin itu,” tandasnya.

Ketua Staimafa H Abdul Ghaffar Rozien mengemukakan, kampusnya sedang berusaha untuk konsisten mengembang­kan tradisi akademik yang juga membekali mahasiswa dengan kemampuan kewirausahaan. ”Staimafa merupakan kampus yang didirikan berdasar nilai-nilai pesantren. Selama enam tahun ini kami bersama dosen dan mahasiswa berupaya mengembang­kan kultur kampus berbasis pesantren,” katanya. (H49-78)

Sumber: suaramerdeka.com