Nadhir Wakaf Profesional

Oleh Zaenurrosyid

NADHIR wakaf atau orang yang mengelola wakaf memiliki peran strategis dalam menentukan efektivitas aset wakaf. Dalam kelembagaan wakaf, kebanyakan nadhir menjalankan pola manajemen secara tradisional.

Biasanya nadhir tidak cukup inovatif dalam mengelola aset dan dan dalam pendistribusian wakaf. Padahal dalam Undang-Undang Wakaf Nomor 41/2004 nadhir harus profesional.

Sadewo (2007) dari kelembagaan Dompet Duafa, mencatat ada beberapa kebiasaan nadhir dalam mengelola wakaf, di antaranya adalah sikap menyederhanakan dalam mengelola wakaf, dan menjadi nadzir berkesan sebagai pekerjaan sampingan. Ini akibat dari perekrutan nadhir yang tanpa melalui seleksi.

Dampaknya, nadhir tidak bekerja profesional dalam kelembagaan wakaf. Nadhir wakaf dikatakan profesional jika, pertama, memiliki keahlian teknis dalam manajemen.

Kedua, mampu berkomunikasi dan bekerja sama dengan baik, terutama dalam mengembangkan aset wakaf. Ketiga, memiliki konsep yang bagus dalam menganalisis berbagai problem perwakafan yang dikelola.

Wakaf Produktif

Keempat, memiliki karakter kepemimpinan yang memadai, berikut profesional dalam mengelola waktu (Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag: 2004) Merujuk pada wakaf yang muaranya untuk memberikan kesejahteraan kepada umat dari harta yang diwakafkan, Tolhah Hasan (BWI, 2013) menegaskan bahwa wakaf dalam Islam adalah produktif.

Ini menuntut tata kelola wakaf dari nadhir yang profesional. Missalnya bagaimana mendayagunakan wakaf pada nilai ekonomis, seperti pertanian atau perkebunan, ruko yang disewakan, rumah untuk budidaya burung walet, rumah sakit, dan lain-lain.

Ini berbeda dari wakaf konsumtif, dalam arti barang-barang wakaf yang tidak menghasilkan sesuatu yang tidak mempunyai nilai ekonomis dan biasanya pengelolaannya dilakukan secara tradisional. Dalam pengembangan wakaf oleh pengelola profesional harus mendayagunakan sebesar-besarnya aset wakaf untuk kepentingan umat.

Harta benda wakaf seharusnya tidak menjadi rebutan atau sumber konflik bagi berbagai kepentingan pribadi yang dapat merugikan kepentingan bersama, terlebih mengurangi manfaat harta wakaf. Ini menjadi tugas utama nadhir wakaf. Dengan sentuhan manajerial nadhir yang profesional, aset wakaf dikelola dengan tata kelola yang lebih terkontrol dan terevaluasi secara terpercaya. (H15-14)

Penulis adalah dosen Program Studi Manajemen Zakat dan Wakaf Ipmafa Pati, praktisi filantropi Islam Nusantara

Sumber: Suara Merdeka