Masih muda serta intelektual, begitulah kesan saat bertemu lelaki berpeci hitam pemilik nama lengkap Abdul Ghoffar Rozin ini. Bagi masyarakat Pati, nama tersebut mungkin tidak asing lagi. Apalagi ia aktif di berbagai bidang hingga saat ini.
Di usianya yang masih muda, memang patut menjadi contoh bagi generasi muda saat ini. Sebab, pemuda kelahiran Pati, 31 Juli 1976 ini, sekarang menjadi ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Matholiul Falah (Staimafa) Pati dan menjadi Komisaris Utama PT BPR Artha Huda Abadi, BPR Syariah Artha Mas Abadi, Komisaris Masdagrafika, serta menjadi Pembina IPNU Kabupaten Pati.
Sehingga bidang keagamaan maupun bidang bisnis ia tekuni secara baik. Bahkan, putra Kyai Sahal Mahfudh ini juga masih aktif mengajar di sekolah maupun pesantren Kajen, Pati.
Meski memiliki nama besar serta idealisme sebagai tokoh pemuda yang patut dicontoh masyarakat. Namun Gus Rozin, lebih asyik menekuni semua itu tanpa melirik dunia politik yang beberapa bulan lagi akan ramai diperbincangkan. Padahal, nama besar serta pengalaman yang mumpuni sangat berpeluang ikut dalam ajang tersebut.
“Sampai sejuah ini saya, masih konsen di dunia pendidikan dan ekonomi. Dunia politik belum membuat saya tertarik, karena terus terang, saya enjoy berada di dunia pendidikan dan ekonomi,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Kudus kemarin.
Belum diketahui pasti, apa yang membuat Gus Rozin lebih memilih dunia pendidikan dan ekonomi ketimbang politik. Padahal di organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di tingkat lokal, ia sebagai Pembina IPNU Pati. Sedangkan di tingkat nasional ia menjadi wakil pengurus pusat lembaga pendidikan NU Ma’arif
Gus Rozin mengaku, jauh lebih senang berada di lingkungan pendidikan lantaran di dunia ini, ia bisa mengamalkan ilmu yang ia peroleh. Sebagai salah satu tokoh muda, tentunya ada tanggung jawab besar kepada sesama generasi.
Apalagi saat ini pergaulan bebas pemuda mulai terbuka lebar tanpa adanya sekat. Sehingga konsentrasi yang tepat di ranah itu. Meski pada dasarnya pergaulan itu akses dari globalisasi teknologi dan informasi, namun harus tetap diwaspadai.
“Pergaulan bebas tidak hanya negatif, karena juga membuka kita untuk mengikuti masa peralihan. Hal itulah yang harus diwaspadai, karena kenyataannya wawasan kebangsaan dan nasionalisme kita mulai luntur. Jadi harus kita bangun kembali pada generasi muda yang menjadi aktor di dalamnya,” katanya.
Salah satu yang dilakukannya, beberapa kali Gus Rozin mengundang dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga nonmuslim. Contohnya, Staimafa pernah bekerja sama dengan lembaga Budha. Bahkan, pernah mendatangkan pendeta untuk dialog keagamaan dan wawasan kebangsaan.
“Itu yang kami lakukan. Jadi sudah tidak zamannya kita berdebat dan saling menyalahkan kebenaran yang diyakini. Apalagi Staimafa 80 hingga 90 persen lulusan madrasah dan pesantren. Jadi urusan akidah saya anggap tidak ada masalah,” jelasnya.
Sumber: koran jawapos