Semangat Berkompetisi di Era “AFTA”

Margoyoso (14/09/2013) STAI Mathali’ul Falah (STAIMAFA) Pati mengadakan Studium Generale. Acara ini menghadirkan Mantan Wakil Presiden Indonesia ke-10 yakni Dr. (HC), H. M. Jusuf Kalla. Studium Generale ini mengangkat tema “Tantangan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta Menghadapi Asia Free Trade Area 2014”. Hal ini dimaksudkan karena keinginan dari STAIMAFA agar mampu bersaing memasuki era AFTA yang akan diberlakukan secara efektif kedepan..

Menyinggung AFTA, menurut M. Jusuf Kalla atau yang akrab disapa JK menyebutkan ini merupakan tantangan bagi Indonesia dari sisi perdagadangan. Seberapa jauh Indonesia masuk dalam dunia perdagangan?

Beliau masih melihat bahwa Indonesia belum cukup memiliki jiwa wirausaha. Padahal seharusnya umat Islam percaya bahwa berdagang adalah sunnah rasul. Perdagangan sendiri masuk dalam kegiatan muamalah yang merupakan bagian dari syariah di samping ibadah dan akidah. Selain itu Islam di Asia Tenggara memiliki kekayaan sejarah yaitu disebarkan oleh ulama yang saudagar atau saudagar yang ulama. Organisasi Islam sendiri pada awalnya juga tidak lepas dari kegiatan perdagangan seperti Sarikat Dagang Islam, Muhammadiyah dan NU.

Inti dari AFTA adalah meningkatkan persaingan, membuat barang/jasa yang lebih baik, lebih murah dan cepat, Terpenting adalah bagaimana negara Indonesia bisa maju sebagaimana negara lainnya.

“Janganlah berbicara tentang apa yang kita miliki tetapi berbicaralah mengenai apa yang dapat kita perbuat”, ujar Beliau yang telah menggeluti dunia wirausaha selam 35 tahun ini. Apa yang kurang di negeri ini? Semua sudah tercukupi meliputi kekayaan alam yang melimpah. Tetapi mengapa kita tidak termakmurkan?

Dr. (HC), H. M. Jusuf Kalla menekankan bahwa menjadi pengusaha tidak ada hubungannya dengan sekolah. Untuk menjadi pemilik studio tv misalnya, Chairul Tanjung tidak pernah belajar ilmu komunikasi, melainkan dia adalah seorang dokter gigi. Setuju dengan Ketua STAIMAFA Abdul Ghafar Rozin, PTAIS harus memiliki semangat kemajuan untuk lebih baik yaitu kemauan untuk belajar lebih keras. Semangat kewirausahaan harus ditanamkan.

Melanjutkan mengenai AFTA, Indonesia hendaknya memegang slogan “lebih cepat lebih baik”. Karena apabila AFTA ini dijalankan akan jauh lebih besar manfaatnya bagi Indonesia. Yakni, mampu bersaing sehingga produksi dan konsumsi menjadi seimbang.

Lalu bagaimana sikap yang ideal dari pemerintah dalam menghadapi AFTA agar pro rakyat? Seharusnya beras dan kedelai tidak menjadi masalah di negara Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris. Menanggapi pertanyaan tersebut, Jusuf Kalla menyampaikan bahwa pemerintah harus mampu mengatasi “mahal” tersebut. “Bunga BI masih lebih mahal dari negara lain, Indonesia juga masih kekurangan energi, selain itu birokrasi Indonesia masih sangat lamban”. (Rhani Fitriastuti)