Wakaf Era Nabi

ISLAM adalah agama paripurna yang mencakup aspek ritual dan sosial. Dalam konteks ini, manusia mempunyai tugas sebagai ëabdullah (hamba Allah) untuk menyembah Allah dan khalifatullah (mandataris Allah) untuk memakmurkan bumi dalam segala aspek. Keseimbangan dua aspek tersebut menjadikan kehidupan manusia stabil dan penuh manfaat. Salah satu ajaran Islam yang dominan aspek sosialnya adalah wakaf.

Wakaf adalah satu satu bentuk filantropi (kedermawanan) Islam yang mempunyai dampak besar dalam penguatan akidah, pengembangan ilmu, soliditas politik dan pemberdayaan ekonomi umat. Potensi tanah wakaf di Indonesia sangat besar, yaitu 3,7 miliar m2 dengan potensi ekonomi sebesar Rp 370 triliun.

Potensi wakaf uang di Indonesia juga besar, yaitu Rp 7,2 triliun per tahun jika disimulasikan 20 juta orang umat Islam mewakafkan uang Rp 1 ribu per hari atau Rp 30 ribu per bulan. Potensi wakaf yang besar inilah yang harus terus digali dan dikembangkan.

Definisi wakaf adalah menahan harta secara permanen yang dimanfaatkan untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Hukum wakaf adalah sunah.

Dasar wakaf ini adalah hadis Nabi,” jika seorang hamba meninggal maka terputus amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak salih yang mendoakannya.” (HR. Muslim). Para ulama memahami makna sedekah jariyah dengan waqaf.

Melihat agungnya ibadah wakaf ini maka para sahabat Nabi yang punya kemampuan ekonomi pasti melaksanakan wakaf (Taqiyyuddin Abi Bakar, Kifayatul Akhyar, t.t.:1:319). Wakaf pertama terjadi dalam Islam adalah ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dengan pembangunan Masjid Quba’. Masjid Quba’inilah wakaf pertama dalam Islam untuk kepentingan agama.

Setelah Masjid Quba’ ini disusul dengan pembangunan Masjid Nabawi yang dibangun di atas tanah anak yatim Bani Najjar setelah dibeli Nabi dengan harga 800 dirham. Nabi yang mewakafkan tanah tersebut dan para sahabat membantu Nabi dalam penyelesaian pembangunannya.

Pada tahun ketiga Hijriah, Nabi mewakafkan tujuh kebun kurma di wilayah Madinah, di antaranya kebun Mukhairik, A’raf, Safiyah, Dalal, Barqah dan beberapa kebun laina. Sebagian hasil tanah wakaf tersebut digunakan untuk membeli kuda perang, senjata dan kepentingan umat Islam. Abu Bakar kemudian menggunakan wakaf tersebut untuk kepentingan umat Islam.

Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib dipercaya sebagai pengelola tanah tersebut. Ketika Al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib berbeda pendapat maka Umar bin Khattab tidak membagikan kepengurusan kepada keduanya tapi dikembalikan kepada Bait al- Mal umat Islam karena khawatir perkebunan tersebut menjadi harta warisan (Abdurrahman Kasdi, 2017:34-36).

Keterangan itu menunjukkan bahwa masjid adalah wakaf pertama dalam sejarah Islam. Masjid adalah bangunan pertama yang didirikan Nabi setelah hijrah. Baru setelah masjid berdiri, Nabi mendirikan pasar (Sahal Mahfudh, 1994).

Masjid ini simbol urgensi internalisasi akidah, pengembangan dakwah, peningkatan ilmu, dan wahana soliditas internal umat Islam. pada era Nabi menjadi sentral pergerakan umat Islam.

Di masjid, Nabi menunaikan shalat berjama’ah, mengajar para sahabat, dan membahas persoalan-persoalan umat. Wakaf yang digerakkan Nabi dalam dakwahnya ini juga menunjukkan tingginya aktivitas ekonomi masyarakat Makkah dan Madinah.

Orang yang mewakafkan harta biasanya mempunyai harta yang banyak yang lahir dari aktivitas ekonomi yang dijalaninya. Menurut Fathurrahman Djamil, Makkah adalah salah satu kota yang sangat penting dan terkenal di Jazirah Arab karena menjadi persinggahan kafilah dagang, khususnya antara Yaman di bagian selatan dan Suriah di bagian utara.

Daya tarik Makkah adalah sumur zamzam dan Kakbah yang menjadikan Makkah sebagai pusat keagamaan Arab dan pusat perdagangan. Profesi masyarakat Makkah dengan kondisi wilayah yang kering, padang pasir dan penuh bebatuan dan pegunungan tandus adalah berdagang.

Madinah yang terletak di bagian utara Hijaz, kurang lebih 485 km sebelah utara Makkah adalah daerah oasis penghasil kurma unggul dan gandum dengan kualitas pertanian yang baik karena curah hujan dan kelembaban yang cukup. Profesi utama penduduk Madinah adalah agrikultur, hortikultur dan beternak. Hasil pertanian Madinah menjadi aktivitas ekonomi utama masyarakat.

Selain pertanian, sebagian kecil penduduk Madinah berdagang, khususnya mereka yang berasal dari wilayah Yaman yang menetap di Madinah (Fathurrahman Djamil, 2013:232-234). Ketika Nabi mendirikan pasar di Madinah maka aktivitas perdagangan penduduk Madinah bergeliat, selain aktivitas pertanian. Kebangkitan spiritual dan ekonomi digerakkan Nabi demi kemajuan umat manusia.

Ajaran wakaf secara otomatis mendorong aktivitas ekonomi umat bergerak maju, baik dalam bidang pertanian maupun perdagangan. Dengan roda perekonomian yang bergerak maju dan kesadaran beragama yang tinggi, wakaf menjadi ibadah idola yang dituju umat Islam karena memberikan manfaat besar bagi umat manusia. (H15-14)

Penulis adalah kepala Program Studi Manajemen Zakat Wakaf Ipmafa Pati

Sumber: Suara Merdeka