- Oleh Jamal Ma’mur Asmani
SABTU(9/12) malam, peringatan haul keempat KH MA Sahal Mahfudh digelar. Sudah empat tahun Kiai Sahal meninggalkan kita, santri, umat, dan bangsa tercinta. Kerinduan terhadap sosok kiai kharismatik ini sangat besar, tidak pernah luntur.
Rais Am Syuriyah PBNU dan Ketua Umum Pusat MUI Prof Dr KH Ma’ruf Amin yang menggantikan posisi Kiai Sahal di syuriah NU dalam kuliah umum di Ma’had Aly Maslakul Huda Kajen, Pati dan Peresmian Pondok Pesantren Maslakul Huda Lil-Mubtadiat, Kamis (6/12) menjelaskan, sosok Kiai Sahal tidak tergantikan. Pemimpin setelah Kiai Sahal hanya meneruskan gagasan dan perjuangan besarnya.
Dalam konteks kepemimpinan nasional, Kiai Sahal berhasil memosisikan diri sebagai sosok yang berada di tengah (wasatha) yang mampu menjembatani seluruh kepentingan yang ada, baik kepentingan organisasi, masyarakat, dan negara. Kiai Sahal sangat menghindari pernyataan yang kontroversi, karena kontraproduktif terhadap umat dan bangsa.
Penulis pernah menemani para kiai Jawa Timur ketika berkunjung kepada Kiai Sahal. Para kiai berkeluh kesah persoalan Syiah yang ada di Jawa Timur dan memohon Kiai Sahal untuk memberikan fatwa yang akan ditindaklanjuti di Jawa Timur.
Ketika mendengar keluh kesah dan permohonan itu, Kiai Sahal diam. Akhirnya para kiai menyadari bahwa diamnya Kiai Sahal adalah jawaban terbaik dari persoalan yang ada.
Para kiai akhirnya menyadari pernyataan tokoh besar tidak boleh sembarangan, karena berdampak besar bagi politik bangsa dan mudah diputarbalikkan orang-orang tertentu dengan kepentingan praktis politis.
Dalam konteks dunia intelektual, Kiai Sahal adalah sosok ulama yang diakui kedalaman dan produktivitas karyanya yang dikaji di dalam dan luar negeri, seperti kitab Thariqatul Husul dalam bidang ushul fiqh, dan Anwarul Bashair dalam bidang kaidah-kaidah fikih.
KH AMustofa Bisri dalam satu waktu juga menjelaskan Kiai Sahal adalah sosok ulama yang mampu menggabungkan dua pendekar NU, yaitu KH Abdul Wahab Hazbullah (pakar ushul fiqh) dan KH Bisyri Syamsuri (pakar fikih).
Setelah Kiai Sahal, sangat sulit menemukan sosok sekaliber beliau dalam jagat intelektual Indonesia. Meskipun demikian, Kiai Sahal adalah sosok sufi yang menghindar dari dunia publisitas dan popularitas semu.
Kiai Sahal merupakan sosok ulama yang mengedepankan kerja riil di tengah masyarakat dengan penuh dedikasi dan ketulusan, jauh dari publisitas dan popularitas, tapi betul-betul dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Akhirnya, kerja tulus Kiai Sahal ditampakkan Allah kepada semua orang, birokrat, media, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan seluruh lapisan masyarakat. Pemikiran dan perjuangan Kiai Sahal diapresiasi birokrasi, akademisi, LSM, dan lain-lain.
Skripsi, tesis, dan disertasi dari berbagai perguruan tinggi lahir dari kajian atas pemikiran dan kerja nyata Kiai Sahal dalam membumikan Islam rahmatan li al alamiin. Kajen, desa kecil yang jauh dari ibu kota mendadak menjadi magnet banyak elemen lintas sektoral.
Warisan Kiai Sahal
Inilah distingsi Kiai Sahal yang jarang dijumpai pada ulama lain. Belajar dari Kiai Sahal, seseorang seyogianya membuktikan efektivitas pemikiran dan gagasan cemerlangnya di bumi nyata daripada sekadar mempromosikan gagasan besar di forumforum akademis tanpa kerja nyata.
Kombinasi pemikiran dan praktik lapangan akan mengokohkan bangunan pemikiran tersebut dan tidak mudah runtuh oleh terpaan badai dan goncangan hebat yang datang bertubi-tubi.
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam kata pengantar buku Zakat Pajak karya Masdar Farid Mas’udi menyatakan, sebaik apapun pemikiran akan diuji dalam realitas. Pemikiran yang bagus, kata Gus Dur akan hampa jika tidak mampu memberikan manfaat nyata di masyarakat.
Saat ini, warisan Kiai Sahal semakin berkembang pesat. Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen mengembangkan sayapnya dengan mendirikan Ma’had Aly bidang fikih dan Ushul Fiqh untuk mengembangkan pemikiran Kiai Sahal.
Pondok ini juga membuka Pesantren Lil- Mubtadiin (anak-anak putra usia SMP ke bawah) dan Lil-Mubtadiat (anak-anak putri yang masih berusia SMP ke bawah). Selain itu, juga membuka PAUD An-Nismah, TK dan SD An-Nismah.
Perguruan tinggi yang dirintisnya semakin berkembang dari Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Falah (Staimafa) berubah menjadi Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) dengan tiga fakultas, yaitu Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam.
Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) semakin diminati anak didik dan gedungnya semakin lengkap dengan hadirnya gedung PIM Lil-Banat lantai lima yang masih dalam proses pembangunan.
Lembaga keuangan yang dirintis semakin lengkap, mulai dari BPR Arta Huda Abadi sampai BPRS Arta Mas. Kesuksesan Kiai Sahal ini tidak lepas dari proses kaderisasi yang menjadi pola pergerakan Kiai Sahal. Menurut Tutik Nurul Janah (2015), Kiai Sahal lebih mengedepankan ijtihad jama’ai (kolektif) dari pada ijtihad fardi (individu).
Salah satu buktinya, setiap lembaga yang dirintis Kiai Sahal untuk pengembangan umat selalu berbasis organisasi dengan struktur dan sistem yang jelas, bukan mengandalkan individu. Dengan model ini, maka sebuah perjuangan tidak mengandalkan figur, tapi sistem yang dibangun dengan rapi dan profesional.
Alih generasi tidak menyebabkan stagnasi dan degradasi, tapi justru dinamisasi dan revitalisasi yang berjalan secara produktif. Putra Kiai Sahal, KH Abdul Ghaffar Razien, meneruskan pola kepemimpinan Kiai Sahal yang lebih mengedepankan kaderisasi dan sistem yang dibangun dengan baik dan profesional.
Momentum haul keempat Kiai Sahal ini seyogianya memacu umat Islam untuk berlomba-lomba menjadi umat terbaik yang terorganisasi secara kolektif dan modern, sehingga mampu memberikan kemanfaatan bagi orang lain secara luas dalam segala aspek kehidupan, pendidikan, akidah, ekonomi, dan politik kebangsaan.(H15-35)
* Penulis Buku Biografi Intelektual KH MASahal Mahfudh.
Sumber: Suara Merdeka