
Redaksi IPMAFA – Dalam rangka mewujudkan salah satu pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi, Tim Dosen Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA), yaitu Dr. A. Dimyati, M.Ag, Kamilia Hamidah, MA, Sri naharin, MSI, dan Siti Asiyah, M. Sos. menggandeng beberapa pesantren sekitar untuk melakukan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM).
Program yang dibiayai Kementerian Agama RI melalui Hibah Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian kepada Masyarakat (litapdimas) tahun anggaran 2022 tersebut berlangsung pada 16-17 Desember 2022.
Adapun kegiatannya berupa pelatihan kader dakwah digital di lingkungan Pesantren. Topik pelatihan “Santri Anti Baper Digital: Pengembangan Narasi Moderasi Beragama Pada Komunitas Pesantren”. Untuk teknis pelaksanaan PkM, beberapa institusi lain juga dilibatkan dalam pelaksanaannya, antara lain Madrasah Damai, Islamic Center Kajen (ICK).
.jpeg)
Pemateri Dr. A. Dimyati, M.Ag menuturkan, program pengabdian kepada masyarakat ini menyasar sejumlah pondok pesantren di Kajen dan sekitarnya. Pihak-pihak yang akan terlibat dalam program ini adalah pengasuh muda pondok pesantren dan santri senior.
“Harapan melibatkan pengasuh muda pondok pesantren dan santri senior ini adalah mampu merubah paradigma berpikir dalam membuat kebijakan pesantren yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan nilai-nilai kepesantrenan yang telah dibangun,” tutur Dosen IPMAFA yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik I.
Dimyati menambahkan, tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah membangun sumberdaya pesantren yang memahami transformasi budaya digital.
“Sehingga para santri tidak canggung untuk mentransformasikan nilai-nilai pesantren supaya dikenal dalam dunia digital dan para santri diharapkan mampu untuk menjadi bagian dari aktor yang mewarnai dunia digital dengan konten keagamaan yang moderat,” papar Dimyati.

Pada kesempatan selanjutnya, Kamilia Hamidah, MA menyampaikan materi Media Sebagai Ruang Dialog dan Membangun Narasi Agama. Dalam materi tersebut para pengasuh muda maupun santri diberikan bekal tentang bagaimana mengetahui karakteristik dan budaya dunia digital di era keterbukaan informasi.
Menurut Kamilia, dalam menghadapi tantangan dunia pesantren saat ini memerlukan peran masyarakat pesantren. Dimana agama kerap dijadikan pembenaran terhadap aksi-aksi intoleransi, konservatif dan sebagainya.
“Baik yang masih mengenyam pendidikan di pondok pesantren atau alumni pondok pesantren untuk memberikan wawasan keagamaan, terutama agama Islam yang ramah melalui narasi-narasi alternatif untuk menangkal ujaran kebencian, baik di media sosial maupun aksi sosial dengan pendekatan dialog agama,” terang Kamilia.
Dalam materi Kekerasan Gender Berbasis Online, Sri naharin, MSI menyampaikan bahwa ada begitu banyak model kekerasan yang bisa merubah kondisi personal baik secara fisik, psikis, hingga pemaksaan hak melalui kejahatan siber.
“Pengasuh muda dan santri dibekali pengetahuan untuk mengidentifikasi kekerasan berbasis gender online serta dampak yang diterima korban,” terang Naharin.

Pemateri terakhir, Siti Asiyah, M. Sos menyampaikan materi Etika Sosial Agama dan Aktivisme Digital. Tema tersebut membicarakan tentang batasan-batasan serta etika dalam bermedia dengan tanpa harus menyinggung orang lain.
“Sehingga komunitas digital berbasis pondok pesantren terutama Kajen dan sekitarnya dapat terbangun, serta cakap digital dan mampu beradaptasi menghadapi arus informasi digital tanpa harus meninggalkan nilai dan budaya pesantren,” ungkap Asiyah.


