Tanya:
Bagaimana melahirkan pengusaha-pengusaha muslim yang sukses ?
— Siti Maryam, Pati
Jawab:
Islam menekankan kemandirian sehingga mendorong setiap orang untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, keluarganya, dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Imam Nawawi Al Bantani Al Jawi membagi kerja dalam empat hukum. Pertama, wajib untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga, dan agama.
Kedua, sunnah untuk melakukan ajaran Allah, seperti menolong orang miskin dan mengunjungi keluarga. Ketiga, mubah untuk memperoleh kenikmatan dan keindahan. Keempat, haram jika bertujuan menyombongkan harta kepada orang lain (Imam Nawawi al-Bantani, Qami’al-Thughyan, halaman 12).
Kerja atau usaha dalam bentuk apapun diperbolehkan dalam Islam sepanjang tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti judi, riba, menipu, berdusta, berkhianat, dan lain-lain. Nabi ketika ditanya, apa usaha yang lebih baik ? Beliau menjawab, profesi seseorang yang mengandalkan tangannya dan jual beli yang baik (HR Bazzar).
Menurut ulama, hadis ini menunjukkan, dunia industri yang konsentrasi pada produksi dan perdagangan dan fokus pada distribusi adalah usaha terbaik. Namun, Imam Nawawi lebih memilih pertanian sebagai profesi paling utama karena menggabungkan antara kerja dan tawakal dan hasilnya bermanfaat untuk umum, bahkan untuk hewan sekalipun (Abi Abdillah Abdussalam Allawisy, Ibanatul Ahkam, juz 3, halaman 4).
Pertanian, industri dan perdagangan adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan, karena saling terkait satu dengan yang lain. Perdagangan dominan, karena hasil pertanian dan industri bisa dikonsumsi melalui pemasaran yang menjadi inti kegiatan perdagangan. Umat Islam harus menjadi wirausahawan yang peka kebutuhan lingkungan, berwawasan luas, menguasai informasi, dan mempunyai kreativitas tinggi, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja (Sahal Mahfudh, 1994).
Imam Ghazali menjelaskan, seseorang akan mendapatkan pahala besar jika mampu memberikan lapangan kerja kepada orang lain. Umat dan bangsa ini akan maju jika mayoritas penduduknya menjadi pengusaha andal dan profesional, sehingga lepas dari problem pengangguran dan kemiskinan akut.
Menjadi pengusaha adalah anjuran Rasulullah. Sejak muda Nabi sudah ditempa oleh pamannya Abu Thalib sebagai seorang pengusaha tangguh dan akhirnya mendapatkan jodoh pengusaha, Siti Khadijah. Keluarga pengusaha ini menjadi sukses, baik secara ekonomi maupun sosial.
Kejujuran, keramahan, pelayanan prima, mudah bergaul dan menjalin relasi, inovasi dan kreativitas menjadi nilai yang dijunjung Nabi. Menjadi pengusaha sukses seperti Nabi butuh proses panjang dan berliku.
Syarat utamanya berani memulai, menghilangkan rasa malu, Memulai dari hal kecil, berani gagal, pantang menyerah, terus belajar dari kesalahan, dan kemampuan mengembangkan jaringan secara luas.
Pengusaha sukses mampu membangun pondasi bisnisnya secara kokoh dan profesional, khususnya dalam hal manajemen keuangan. Modal usaha tidak dicampur dengan uang keluarga yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga bisa dikontrol dan dikembangkan terus menerus. Kemampuan mengambil risiko yang terukur juga ditingkatkan, sehingga sebelum mengembangkan usaha baru selalu melakukan studi kelayakan pasar.
Selain itu, kualitas produk ditingkatkan terus supaya mampu bersaing di pasar. Ramadan ini menjadi momentum tepat untuk memulai usaha sebagai langkah awal membangun kemandirian dan kesejahteraan. Generasi muda Islam harus terpanggil memulai langkah besar ini demi kesuksesan mereka di masa depan dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi. Wallahu Aílam. (H15-44)
Sumber: Koran Suara Merdeka