Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
Berita Terbaru

Pendaftaran Beasiswa KIP Kuliah IPMAFA 2024 Resmi Dibuka: Cek Persyaratan dan Alur Pendaftarannya Sekarang

Mahasiswa MPBA IPMAFA Jadi Narasumber dalam Pelatihan Pengembangan Media Pembelajaran Bahasa Arab di MGMP Bahasa Arab Jepara

Monev KOPERTAIS Wilayah X Jawa Tengah di IPMAFA: Penguatan Mutu dan Sinergi Pengelolaan Institusi

IPMAFA Dampingi Lima Desa dalam Penerapan Smart Village melalui Laboratorium Sosial PMI

Tingkatkan Kualitas Pendidikan, Fakultas Tarbiyah Hadirkan Pakar Genetika

Profesionalitas Manajemen
Share
WhatsApp
Facebook
Twitter

Oleh Jamal Ma’mur Asmani
16 Rajab 1439 H adalah Hari Lahir (Harlah) ke-95 Nahdlatul Ulama (NU) karena NU berdiri pada 16 Rajab 1344 H. Di usia yang hampir satu abad ini, NU harus menyisingkan lengan baju untuk menggapai era keemasan di segala aspek kehidupan, pendidikan, ekonomi, kebudayaan, dan politik kebangsaan.

NU, baik secara institusi maupun kultur, mempunyai banyak lembaga pendidikan, baik formal, seperti pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai perguruan tinggi (PT). Selain itu, NU juga memiliki lembaga pendidikan nonformal, yaitu masjid, pondok pesantren, taman pendidikan Alquran (TPA), mushala, dan majlis taklim.

Di samping itu, banyak berdiri lembaga ekonomi umat, seperti lembaga keuangan dan lembaga zakat, infak sedekah Nahdlatul Ulama (Lazisnu). Semua lembaga ini menjadi modal sosial bagi NU untuk menggapai era keemasan di berbagai bidang kehidupan, khususnya ekonomi dan pendidikan.

Lembaga pendidikan dan ekonomi umat wajib melahirkan keunggulan-keunggulan kompetitif dalam bidang penyiapan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan kemandirian ekonomi. Dalam konteks ini, maka profesionalitas manajemen menjadi keniscayaan.

Tidak mungkin ribuan lembaga yang dimiliki NU atau warga NU mampu melahirkan kecemerlangan jika pengelolaannya menggunakan manajemen yang tidak professional. Hal itu ditandai dengan tidak adanya transparansi, integritas, akuntabilitas, inovasi, dan produktivitas.
Kunci Kebangkitan
Kepemimpinan visioner-transformatif dan manajemen profesional adalah kunci kebangkitan NU di segala bidang. Kepemimpinan visioner-transformatif ditandai dengan kemampuan menggerakkan perubahan secara substantif dan massif untuk mencapai cita-cita ideal di masa depan.

Visi seorang pemimpin tidak boleh jangka pendek atau jangka menengah, tapi harus jangka panjang untuk memikirkan masa depan generasi.

Kekuatan NU adalah harmoni kultural yang sangat kuat dengan masa yang sangat besar dan sumber daya manusia anak-anak muda yang melimpah di berbagai sektor. Kelemahan NU adalah budaya organisasi yang lemah yang harus ditingkatkan.

Peluang NU adalah jumlah warga NU yang sangat besar sebagai pasar yang menggiurkan. Tantangan atau hambatannya adalah revolusi industri dan informasi yang liberal, permisif, dan oportunis.
Kepemimpinan visioner-transformatif diperkuat dengan profesionalitas manajemen yang dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, struktur yang solid dan fungsional.

Menjadi pengurus NU seyogianya tidak hanya mencerminkan status sosial, tapi benar-benar termanifestasi dalam kerja riil organisasi. Jangan sampai menjadi pengurus NU, tapi hanya formalitas dan prestise sosial. Kerja riil membutuhkan komitmen, kesungguhan, dan totalitas.
KH A Mustafa Bisri sering merindukan hadirnya sosok KH Mahfudh Shiddiq yang hidupnya dihibahkan untuk NU, sehingga dua puluh empat jam digunakan untuk memperjuangkan NU. Pemimpin puncak dalam hal ini memegang peran krusial.

Ia harus memberikan keteladanan, motivasi, dan keberanian melakukan terobosan-terobosan program dan kegiatan. Pemimpin menjadi pengatur yang mengoptimalkan seluruh personalia yang ada dalam struktur.
Kedua, aturan main yang jelas. Aturan main dalam NU yang paling utama adalah anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) yang disahkan dalam forum tertinggi organisasi, yaitu muktamar NU.

Sedangkan aturan main yang lain adalah hasil konferensi dan rapat kerja yang membahas program, anggaran, dan jaringan sosial secara keseluruhan yang mencakup jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Dalam konteks kedua ini, prinsip kolektif-kolegial menjadi syarat utama keberhasilan organisasi Ketiga, partisipasi dan kontribusi.

Ukuran utama dalam kerja organisasi adalah sejauh mana partisipasi dan kontribusi seseorang dalam menggerakkan potensi organisasi sesuai bidang keahlian yang dikuasai dan sesuai dengan pembagian bidang yang ditetapkan.

Di sinilah pentingnya organisasi terus meningkatkan sumber daya manusianya secara intensif dan berkelanjutan, supaya lahir sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam organisasi. Berbagai pendidikan dan pelatihan diadakan untuk mematangkan potensi, skill, dan profesionalitas.

Sumber daya manusia menjadi kunci memenangkan persaingan. Keempat, pengawasan intensif. Pengawasan menjadi keharusan supaya organisasi berjalan sesuai aturan main yang disepakati bersama.

Pengawasan yang ketat akan melahirkan kinerja yang produktif dan mampu mengobati penyakit-penyakit, baik ringan, sedang atau mematikan yang mengancam eksistensi dan kontinuitas organisasi.

Kelalaian dalam pengawasan menyebabkan stagnasi dan degradasi dalam organisasi. Kelima, akuntabilitas. Organisasi mempunyai mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.

Di NU, pertanggungjawaban maksimal dilaksanakan lima tahun sekali dalam forum resmi organisasi. Namun, seyogianya setiap dua tahun sekali dilaksanakan laporan pertanggungjawaban periodik sebagai media evaluasi, koreksi, dan pengembangan lembaga.

Lima langkah ini harus dilakukan secara simultan demi kemajuan dan kebangkitan NU di semua aspek kehidupan, khususnya bidang pendidikan dan ekonomi.(H15-52)

*Penulis adalah wakil ketua PCNU Pati, alumnus PPWK Program Pengembangan Wawasan Keulamaan Lakpesdam PBNU.

Sumber: Suara Merdeka