Search
Close this search box.
Search
Close this search box.
Berita Terbaru

IPMAFA Turut Berperan dalam Muktamar Ilmu Pengetahuan 2: Menguatkan Peran NU Sebagai Civil Society

Kuliah Umum Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam: Mendorong Profesionalisme Nadzir dan Optimalisasi Wakaf Produktif

Diskusi Dosen dan Mahasiswa: “Menjadi Guru PAUD, Pilihan atau Kebetulan?”

Cegah Kekerasan Seksual Dosen IPMAFA Adakan Bimbingan Remaja di Kabupaten Pati

Semarak IPMAFA Marching Band Competition 2024: Kompetisi Tingkat Nasional di Kampus IPMAFA

Renungan: Pulangnya Sang Maestro Campur Sari Indonesia
Share
WhatsApp
Facebook
Twitter

Oleh : Khabib Solihin, S.E.Sy., MM*

Selasa 5 Mei 2020 Jam 07.45 WIB, dunia musik Indonesia khususnya pecinta campur sari dirundung duka dengan kembalinya musisi legendaris Didi Kempot menghadap Allah SWT. Beliau meninggal Di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta. Musisi pemilik nama asli Dionisius Prasetyo ini meninggal pada usia 53 Tahun dengan 700 karya lebih judul lagu yang ditulisnya dengan menggunakan Bahasa Jawa atau lebih dikenal dengan istilah Lagu Campursari.

Akhir-akhir ini sebelum kepulangannya, Nama Didi Kempot sempat mencuat dan kembali moncer dalam panggung permusikan nasional. Berbagai konser silih berganti digelar di setiap daerah dan disiarkan langung oleh beberapa stasiun televisi nasional yang membuat dirinya semakin populer. Bukan hanya itu, lagu campur sari dengan ciri khas yang dia nyanyikan baru-baru ini bukan lagi hanya dinikmati oleh penikmat musik generasi lampau, akan tetapi sangat diminati juga dan mampu menghipnotis para generasi millenial yang mendeklarasikan dirinya sebagai “sobat ambyar”.

 “Virus campursari” yang ditebarkan Om Didi Kempot terbukti telah merebak ke seluruh kalangan masyarakat. Dari mulai anak-anak, dewasa, orang tua bahkan sampai dengan para penikmat musik yang tidak memahami bahasa jawapun mulai dapat menikmati lagu campur sari yang dinyanyikannya. Salah satunya dengan lagu “pamer bojo” yang dia persembahkan untuk generasi patah hati yang berhasil menghibur dan merebut hati para penikmat musik untuk kembali gandrung dengan lagu-lagu asli Jawa, campur sari. Ini adalah sebuah keberhasilan yang nyata dalam mengabadikan Budaya Jawa dalam hati penikmat musik Indonesia.  

Namun untuk saat ini sang legendaris yang mendapatkan julukan The Godfather of Broken Heart dan khas rambut gondrongnya telah kembali kepada Allah SWT. Semua ketenaran yang pernah dia raih tinggal menjadi sebuah cerinya nyata yang dapat diceritakan oleh para penggemarnya saat ini kepada generasi masa depan. Akan tetapi sekalipun ruh dan jasadnya telah meninggalkan dunia ini tentunya karya berbentuk lagu yang dia tulis dan nyanyikan akan tetap mengisi hati dan terdengar di setiap sudut ruang para penggemarnya pada waktu-waktu tertentu untuk sekedar mengenang sang maestro atau benar-benar untuk menikmati isi lagunya.

Lantas, pelajaran apa yang dapat diambil dari pulangnya sang maestro campursari? Tentu banyak ‘ibrah (pelajaran) dan hikmah yang dapat dipetik bersama atas kepulangan sang maestro campursari tercinta. Di antaranya adalah: Pertama, nyawa dan usia manusia adalah rahasia Allah SWT, tidak ada yang mengetahui dan memastikan kapan datang ajalnya kecuali Allah SWT, kapanpun Allah SWT menghendaki kembali, maka siapapun harus kembali kepada-NYA, siap ataupun tidak siap. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam Surat An-Nahl Ayat 61 yang artinya “apabila telah tiba waktunya yang ditentukan bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya”. Dari ayat ini sudah jelas bahwa siapapun yang sudah waktunya untuk kembali maka tidak ada satu kekuatanpun yang mampu untuk menunda ataupun mempercepatnya.

Kedua, Karena kematian bisa datang sewaktu-waktu dan tidak ada yang dapat memastikannya melainkan Allah SWT, maka marilah semakin bijak dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Jadikanlah dunia kita ini sebagai mazraatul akhirah (ladang untuk mencapai akhirat) yang lebih baik, mari tanami dunia kita ini dengan kebaikan, dengan amal saleh, sehingga kapanpun kita kembali kepada Allah semua tanaman itu akan kita petik buahnya kelak di akhirat. Sebaliknya janganlah jadikan dunia ini sebagi mata’ul ghurur (kesenangan yang menipu) yang dapat melalaikan kepada tujuan penciptaan kita yaitu untuk beribadah. Jangan penuhi dunia ini dengan berbagai permainan yang melalaikan, dengan perhiasan yang melalikan, dengan berbagai aktifitas yang melalaikan akan posisi kita sebagai makhluk yang memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada-Nya.

Ketiga, mari kembali kita merenungkan pesan yang tersirat dalam sebuah hadis yang berarti “Bekerjalah kamu untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah kamu untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok”. Dari hadis tersebut dapat diambil pelajaran bahwasanya penting bagi kita untuk beristikamah dan selalu semangat mengerjakan apa yang saat ini menjadi pekerjaan kita. Semangat ini harus kita jaga hingga akhir hayat, usia seyogyanya tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk terus berkarya sebagaimana semangat berkarya yang dicontohkan oleh Om Didi Kempot. Berkaryalah yang sungguh-sungguh seakan-akan tidak ada batasan usia, sehingga kesuksesan dunia akan didapatkan sebagai modal awal mencapai kesuksesan akhirat.

Tidak berhenti hanya di situ, disisi nikmat waktu dan kesempatan hidup di dunia yang kita miliki ini mari kita gunakan untuk ibadah yang sunggung-sungguh, mari membangun semangat ibadah setiap waktu seakan-akan kematian akan datang kepada kita saat ini juga atau di saat Allah SWT menghendaki. Sehingga apabila dua hal ini bisa berjalan seimbang (antara dunia dan ibadah) maka akan kita dapatkan sebuah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana dunia adalah mazraatul akhirah dan hanya dengan beramal sholih dan beribadah di dunia kita akan mendapatkan kesejahteraan di akhirat kelak.

Om Didi Kempot kembali kehariban Allah SWT dengan meninggalkan karya campur sarinya, meninggalkan nilai istiqomah “nguri-nguri” budaya jawa, dan meninggalkan berbagai amal solih yang dia lakukan dalam konser amal untuk Indonesia. Lantas, apa yang akan kita tinggalkan nanti untuk penggemar kita, murid-murid, keluarga kita, atau minimal untuk anak-anak kita? Mari berlomba dalam kebaikan untuk mengukir sejarah diri kita sendiri, dan menciptakan warisan luhur yang dapat dinikmati minimal oleh anak-anak kita. Semoga kita semua menjadi orang yang mampu menebar manfaat untuk sesama dan berakhir dengan Husnul Khotimah. Amin.

*KHABIB SOLIHIN, S.E.Sy., MMDosen dan Sekretaris Prodi Perbankan Syariah-Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Pati.